Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaklnya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi (dalam Sukidi).
Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Golman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut (dalam Danah Zohar dan Ian Marshal)
Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%.
Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya denga IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab dan life skill lainnya. Perlunya mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar