Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual dan atau kelompok, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam pratik penyelenggaraan di sekolah banyak kendala yang dihadapi; apalagi dengan adanya tuntutan sertifikasi bagi konselor sekolah, permasalahan yang sering dihadapi diantaranya banyak konselor sekolah yang masih belum menyetahui tentang bagaimana sebenarnya perhitungan jam bagi konselor sekolah dengan beban perminggu 24 jam pelajaran sementara untuk guru Mata Pelajaran jelas, mereka harus mengajar sebanyak 24 jam pelajaran/minggu lalu bagaimana dengan konselor sekolah? Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh konselor sekolah berkenaan dengan penyelenggaraan BK di Sekolah diantaranya :1. Kegiatan pelayanan konseling dapat dilaksanakan di dalam atau di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah. Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran maksimum 50 %. 2. Pelayanan konseling dilaksanakan dalam empat bidang Bidang Pelayanan Konseling · Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik. · Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. · Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri. · Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir. 3. Keempat bidang Pelayanan Konseling tersebut diselenggarakan didalam 9 (sembilan) Jenis Layanan Konseling dan enam kegiatan pendukung; Sembilan jenis layanan tersebut adalah: a) Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru. b) Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan. c) Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler. d) Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat. e) Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. f) Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok. g) Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. h) Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik. i) Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarpeserta didik. Enam kegiatan pendukung tersebut adalah: a. Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.b. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia. c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup. d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya. e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan diri, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan. f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya. 4. Satu kali penyelenggaraan salah satu layanan konseling ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran;contohnya : · Seorang konselor sekolah meyelenggarakan layanan konseling perorangan dengan salah satu siswa yang diselenggarakan diluar maupun didalam jam sekolah nilainya sama dengan 2 jam pelajaran walaupun didalam penyelenggaraan konseling perorangan tersebut hingga 3 jam nyata; · Konselor sekolah menyelenggarakan satu kali bimbingan kelompok terhadap 10 orang siswa dinilai ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran; · Konselor sekolah menyelenggarakan layanan informasi dengan topik misalnya ”peningkatan motivasi belajar siswa” terhadap siswa kelas XI. ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran. · Pengadministrasian AUM umum atau PTSDL atau sosiometri kepada siswa kelas X dinilai ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran. Dengan syarat pemberian layanan dilengkapi dengan Satuan Layanan (SATLAN) atau SATKUNG ) dan Penilaian Segera (Laiseg) (harus tertulis). · Dengan katalain 2 jam pelajaran yang dimaksud bukan berarti 2 jam pelajaran melakukan pelayanan. Melainkan satu kali pelayanan ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran. · Kesalah pahaman yang muncul misalnya untuk mendapat 24 jam pembelajaran Konselor sekolah harus masuk kelas sebanyak 24 kali dalam satu minggu karena biasanya waktu yang disediakan sekolah hanya 1 jam pelajaran tiap kelas satu minggu, hal itu dianggap tidak mungkin jika dihubungkan dengan 150 orang siswa asuh. 150 orang siswa asuh biasanya 4 kelas; artinya kalu masuk keempat kelas tersebut konselor Cuma memiliki 4 jam pembelajaran satu minggu; untuk mencukupi itu harus masuk 6 kali tiap kelas dalam satu minggu dan itu dipandang tidak mungkin; sehingga muncul pertanyaan kalau 150 orang 18 jam pembelajaran berapa orang siswa untuk 24 jam pembelajaran??. · Sekali lagi ditegaskan bahwa satu kali layanan ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran dan konselor sekolah dapat menyelenggarakan Kegiatan pelayanan konseling di dalam atau di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah. Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran maksimum 50 %. · 150 orang siswa adalah lahan yang bisa digarap konselor sekolah untuk penyelenggaraan pelayanan konseling: artinya untuk mendapatkan 24 jam pembelajaran sangat mudah: misalnya dengan melakukan konseling perorangan kepada 12 orang siswa dalam waktu satu minggu artinya hal tersebut sudah bernilai 24 jam pembelajaran. Atau dengan menyelenggarakan 12 kali bimbingan kelompok juga bernilai 24 jam pembelajaran. Sekali lagi ditegaskan harus dilengkapi Dengan syarat pemberian layanan dilengkapi dengan Satuan Layanan (SATLAN) atau SATKUNG ) dan Penilaian Segera (Laiseg) (harus tertulis). Sumber : http://konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=76&Itemid=91 |
asalamualaikum wr. wb SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA YANG SEDERHANA INI semoga bermanfaat untuk kita semua (tuntulah ilmu mulai dari buaian sampai ke liang lahat) belajar laksana petualang yang tak pernah berhenti
Senin, 15 Agustus 2011
Perhitungan 24 Jam /perminggu Konselor Sekolah
Minggu, 14 Agustus 2011
Hubungan Antara SQ, EQ dan IQ
Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaklnya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi (dalam Sukidi).
Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Golman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut (dalam Danah Zohar dan Ian Marshal)
Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%.
Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya denga IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab dan life skill lainnya. Perlunya mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”.
Mengapa Hukuman Perlu di Berikan pada Anak?
Setiap orang tua bisa dikata tidak pernah ada yang tidak menghukum anaknya. Dalam batas-batas tertentu, hukuman kepada anak bisa menjadi wajib, dan dalam batas-batas tertentu hukuman tidak diperbolehkan. Tujuan memberikan hukuman agar anak bisa menjadi lebih baik, lebih maju, lebih santun dan lebih berguna bagi teman dan lingkungan di mana anak berada. Bukan hukuman yang akan menjadikan anak semakin terpuruk, sedih, atau malah depresi.
Mengapa Hukuman perlu diberikan pada anak? Ada beberapa alasan mengapa hukuman itu harus diberikan pada anak yang bersalah, diantaranya yaitu:
1. Agar anak tidak mengulangi kejadian yang sama
Ketika sekali waktu anak melakukan kesalahan, mungkin kita bisa memakluminya dan memberikan pengertian, akan tetapi jika berulang kali melakukan kesalahan yang sama maka sebagai orang tua kita bisa marah melihat perilaku demikian. Dalam hal ini hukuman memang dimaksudkan agar anak jera (kapok) untuk melakukan kesalahan yang sifatnya sama.
2. Dapat mengambil pelajaran dan hikmah
Kesalahan bagaimanapun juga akan menjadikan anak untuk bisa mengambil pelajaran tentang peristiwa yang dihadapinya. Dengan pemberian hukuman kepada anak, diharapkan ia akan bersikap hati-hati diwaktu yang sama sekaligus jika ia bisa mensosialisasikan perbuatan yang kurang baik itu hendaknya jangan dilakukan kepada teman, saudara, atau orang lain, itu berarti menandakan bahwa anak sudah bisa mengambil pelajaran atas kesalahannya itu.
3. Konsistensi Sebuah Perjanjian
Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi dari perjanjian yang kita buat bersama dengan anak. Makna hukuman yang kita berikan kepada anak harus kita pahami bahwa hukuman bukanlah untuk memuaskan nafsu dan emosi kita ketika anak berbuat kesalahan, dan setelah emosi kita luntur maka berakhirlah hukuman yang kita berikan kepada anak.
Jadi, Hukuman perlu diberikan pada anak karena pada dasarnya pemberian hukuman pada anak diharapakan akan berpengaruh pada jiwanya, setiap anak akan sadar bahwa apapun perbuatan yang ia lakukan akan dimintai pertanggungjawaban.
Mengapa Hukuman perlu diberikan pada anak? Ada beberapa alasan mengapa hukuman itu harus diberikan pada anak yang bersalah, diantaranya yaitu:
1. Agar anak tidak mengulangi kejadian yang sama
Ketika sekali waktu anak melakukan kesalahan, mungkin kita bisa memakluminya dan memberikan pengertian, akan tetapi jika berulang kali melakukan kesalahan yang sama maka sebagai orang tua kita bisa marah melihat perilaku demikian. Dalam hal ini hukuman memang dimaksudkan agar anak jera (kapok) untuk melakukan kesalahan yang sifatnya sama.
2. Dapat mengambil pelajaran dan hikmah
Kesalahan bagaimanapun juga akan menjadikan anak untuk bisa mengambil pelajaran tentang peristiwa yang dihadapinya. Dengan pemberian hukuman kepada anak, diharapkan ia akan bersikap hati-hati diwaktu yang sama sekaligus jika ia bisa mensosialisasikan perbuatan yang kurang baik itu hendaknya jangan dilakukan kepada teman, saudara, atau orang lain, itu berarti menandakan bahwa anak sudah bisa mengambil pelajaran atas kesalahannya itu.
3. Konsistensi Sebuah Perjanjian
Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi dari perjanjian yang kita buat bersama dengan anak. Makna hukuman yang kita berikan kepada anak harus kita pahami bahwa hukuman bukanlah untuk memuaskan nafsu dan emosi kita ketika anak berbuat kesalahan, dan setelah emosi kita luntur maka berakhirlah hukuman yang kita berikan kepada anak.
Jadi, Hukuman perlu diberikan pada anak karena pada dasarnya pemberian hukuman pada anak diharapakan akan berpengaruh pada jiwanya, setiap anak akan sadar bahwa apapun perbuatan yang ia lakukan akan dimintai pertanggungjawaban.
Sabtu, 06 Agustus 2011
Persepsi Terhadap Guru BK
Ini merupaka tugas mata kuliah ya dapatnya dari bebrapa artikel ini met membaca....
Sampai saat ini guru BK masih dianggap menakutkan. Pandangan tentang Guru
BK sebagai guru khusus untuk siswa bermasalah masih tetap melekat di sebagian
besar sekolah. Anggapan bahwa siswa yang berhubungan dengan guru BK adalah
siswa yang bermasalah pun masih melekat dalam ranah pikiran sebagian besar
siswa dan orang tuanya. Sehingga gambaran menakutkan tentang guru BK sebagai
polisinya sekolah telah menumbuhkan keengganan sebagian besar siswa untuk
berhubungan dengan guru BK. Walaupun sebenarnya para siswa itu sangat ingin
berhubungan dengan guru BK tetapi mereka lebih takut dicap kawan-kawannya
sebagai siswa bermasalah.
pandangan itu tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Guru BK
dalam malakukan peran besarnya di sekolah. Oleh karenanya, hari-hari ini sudah
mulai banyak Guru BK yang memulai melakukan pencitraan atas profesinya untuk
mengubah pandangan menakutkan tersebut menjadi menyenangkan.
Guru BK harus mengerti betul hak dan kewajibannya secara ideal, profesional
dan proporsional. Dan itu ada dalam koridor Undang-undang No. 14 tahun 2005.
Oleh karenanya perlu ada semacam sosialisasi dan diseminasi undang-undang
tersebut terhadap para Guru BK agar mereka terpahamkan soal eksistensi
profesionalitasnya.
Tuntutan kompetensi dalam profesionalitas guru yang diusung Undang-undang Guru
dan Dosen tidak melulu soal didaktik-metodik yang berbau paedagogik belaka,
tetapi jauh lebih kompleks dari itu. Salah satunya bahwa guru harus memiliki
kompetensi sosial yang mumpuni yang ditandai dengan kemampuannya menghadapi,
mengantisipasi, dan menyiasati persoalan-persoalan yang dibawa perubahan
sosial, seperti teknologi komunikasi dan informasi. Guru BK hari ini sangat
membutuhkan kecakapan komunikasi dan mengelola informasi dan data kegiatan
serta data siswanya yang berbasis teknologi. Dengan demikian pengetahuan dan
keterampilan Guru BK akan penguasaan sistem informasi berbasis komputer menjadi
kebutuhan tak tertolak.
Temuan di lapangan menunjukan bahwa guru pembimbing dalam melaksanakan tugasnya menampilkan sifat-sifat bertanggung jawab, sabar, ramah dan objektif; sedangkan pembimbing muda lebih menonjolkan sifat-sifat bertanggung jawab, sabar, menghargai orang lain, ramah dan percaya diri. Pembimbing sekolah lebih banyak menonjolkan sifat-sifat ; sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, ramah dan memiliki stabilitas emosional. Pengetahuan dan kemampuan yang diketahui dan mampu dilaksanakan guru pembimbing berkenaan dengan dasar pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam layanan bimbingan dan konseling adalah: cara menyiapkan sarana penunjang pelayanan bimbingan dan konseling, pengkajian faktor-faktor penunjang dan penghambat program, wawasan bimbingan, prinsip bimbingan, pengumpulan data dengan alat sederhana, cara memotivasi siswa, cara menempatkan siswa dalam kelompok belajar, orientasi siswa baru, dan bimbingan karir sesuai dengan paket yang tyersedia; sedangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang diketahui dan mampu dilaksanakan pembimbing muda mencakup semua aspek yang dikuasai guru pembimbing serta berbagai inventori untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa, kepribadian dan kemampuan siswa; beberapa jenis layanan bimbingan; serta organisasi dan administrasi bimbingan.
Sampai saat ini guru BK masih dianggap menakutkan. Pandangan tentang Guru
BK sebagai guru khusus untuk siswa bermasalah masih tetap melekat di sebagian
besar sekolah. Anggapan bahwa siswa yang berhubungan dengan guru BK adalah
siswa yang bermasalah pun masih melekat dalam ranah pikiran sebagian besar
siswa dan orang tuanya. Sehingga gambaran menakutkan tentang guru BK sebagai
polisinya sekolah telah menumbuhkan keengganan sebagian besar siswa untuk
berhubungan dengan guru BK. Walaupun sebenarnya para siswa itu sangat ingin
berhubungan dengan guru BK tetapi mereka lebih takut dicap kawan-kawannya
sebagai siswa bermasalah.
pandangan itu tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Guru BK
dalam malakukan peran besarnya di sekolah. Oleh karenanya, hari-hari ini sudah
mulai banyak Guru BK yang memulai melakukan pencitraan atas profesinya untuk
mengubah pandangan menakutkan tersebut menjadi menyenangkan.
Guru BK harus mengerti betul hak dan kewajibannya secara ideal, profesional
dan proporsional. Dan itu ada dalam koridor Undang-undang No. 14 tahun 2005.
Oleh karenanya perlu ada semacam sosialisasi dan diseminasi undang-undang
tersebut terhadap para Guru BK agar mereka terpahamkan soal eksistensi
profesionalitasnya.
Tuntutan kompetensi dalam profesionalitas guru yang diusung Undang-undang Guru
dan Dosen tidak melulu soal didaktik-metodik yang berbau paedagogik belaka,
tetapi jauh lebih kompleks dari itu. Salah satunya bahwa guru harus memiliki
kompetensi sosial yang mumpuni yang ditandai dengan kemampuannya menghadapi,
mengantisipasi, dan menyiasati persoalan-persoalan yang dibawa perubahan
sosial, seperti teknologi komunikasi dan informasi. Guru BK hari ini sangat
membutuhkan kecakapan komunikasi dan mengelola informasi dan data kegiatan
serta data siswanya yang berbasis teknologi. Dengan demikian pengetahuan dan
keterampilan Guru BK akan penguasaan sistem informasi berbasis komputer menjadi
kebutuhan tak tertolak.
Temuan di lapangan menunjukan bahwa guru pembimbing dalam melaksanakan tugasnya menampilkan sifat-sifat bertanggung jawab, sabar, ramah dan objektif; sedangkan pembimbing muda lebih menonjolkan sifat-sifat bertanggung jawab, sabar, menghargai orang lain, ramah dan percaya diri. Pembimbing sekolah lebih banyak menonjolkan sifat-sifat ; sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, ramah dan memiliki stabilitas emosional. Pengetahuan dan kemampuan yang diketahui dan mampu dilaksanakan guru pembimbing berkenaan dengan dasar pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam layanan bimbingan dan konseling adalah: cara menyiapkan sarana penunjang pelayanan bimbingan dan konseling, pengkajian faktor-faktor penunjang dan penghambat program, wawasan bimbingan, prinsip bimbingan, pengumpulan data dengan alat sederhana, cara memotivasi siswa, cara menempatkan siswa dalam kelompok belajar, orientasi siswa baru, dan bimbingan karir sesuai dengan paket yang tyersedia; sedangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang diketahui dan mampu dilaksanakan pembimbing muda mencakup semua aspek yang dikuasai guru pembimbing serta berbagai inventori untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa, kepribadian dan kemampuan siswa; beberapa jenis layanan bimbingan; serta organisasi dan administrasi bimbingan.
MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TUGAS SEMESTER PROFESIONALISASI PROFESI KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral pendidikan telah memberikan sumbangan terhadap perkembangan siswa di sekolah. Namun meskipun demikian masih banyak lagi yang dibutuhkan dan yang perlu mendapat perhatian, seperti petugas bimbingan yang masih bersifat menunggu, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang kurang memberikan nilai tambah bagi perkembangan siswa, petugas bimbingan sekolah yang kurang menampilkan kegiatan bermakna bagi pencapaian tujuan program sekolah, belum adanya perbedaan yang nyata kemampuan profesional antara petugas bimbingan yang berlatar pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling. Sampai saat ini guru pembimbing (BK) masih dianggap menakutkan. Pandangan tentang Guru pembimbing (BK) sebagai guru khusus untuk siswa bermasalah masih tetap melekat di sebagian besar sekolah. Anggapan bahwa siswa yang berhubungan dengan guru pembimbing adalah siswa yang bermasalah pun masih melekat dalam ranah pikiran sebagian besar siswa dan orang tuanya. Sehingga gambaran menakutkan tentang guru pembimbing (BK) sebagai polisinya sekolah telah menumbuhkan keengganan sebagian besar siswa untuk berhubungan dengan guru pembimbing. Walaupun sebenarnya para siswa itu sangat ingin berhubungan dengan guru BK tetapi mereka lebih takut dicap teman-temannya sebagai siswa bermasalah. Pandangan itu tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Guru BK dalam malakukan peran besarnya di sekolah. Hal tersebut merupakan beberapa masalah yang perlu dicarikan jalan pemecahannya untuk menciptakan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah secara profesional. Sehingga profesionalitas guru pembimbing dapat terwujud. Dengan memperhatikan fenomena guru pembimbing di sekolah, maka pengembangan profesionalitas guru menjadi peluang yang amat terbuka dan amat urgen dilakukan, terutama dilihat: (1) dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas guru pembimbing, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efesien; (2) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam bimbingan dan konseling di sekolah juga cenderung bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaannya secara akademik-profesional; (3) setiap guru dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan;
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesionalitas
Profesionalitas adalah Derajat pengetahuan dan keahlian serta sikap anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya. Profesionalitas merupakan wujud keprofesionalan dari seorang petugas profesi.
Bagaimanapun kondisinya guru bimbingan dan konseling diharapkan mampu mampu melaksanakan tugas profesinya dengan baik. Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berupa jabatan dalam suatu hirarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta menuntut etika khusus untuk jabatan tersebut. Seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kompetensi dan sikap sesuai dengan profesinya. Seorang professional menjalankan pekerjaannya berdasarkan profesionalisme. Pengetahuan dan kemampuan dan keterampilan yang mampu dilaksanakan pembimbing sekolah mencakup semua aspek kehidupan.
B. Kemampuan yang dituntut dari seorang guru BK
Kemampuan yang dituntut guru BK cukup tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Harus mempunyai kemauan yang cukup kuat untuk bekerja keras, ingin menyelesaikan tugas tetap pada waktunya, mempunyai semangat bersaing yang tidak terlalu tinggi, berani menghadapi kegagalan dan ingin melakukan tugas-tugas baru di sekolahnya. Petugas bimbingan sekolah harus melakukan berbagai kegiatan bimbingan yang terdapat disekolah, antara lain; penyusunan program bimbingan, pengadministrasian kegiatan bimbingan, pengumpulan data, pemberian informasi, penempatan siswa, bimbingan kelompok belajar, diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran perbaikan, konseling dan berbagai inventori untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa, kepribadian dan kemampuan siswa; beberapa jenis layanan bimbingan; serta organisasi dan administrasi bimbingan, cara menyiapkan sarana penunjang pelayanan bimbingan dan konseling, pengkajian faktor-faktor penunjang dan penghambat program, wawasan bimbingan, prinsip bimbingan, cara memotivasi siswa, cara menempatkan siswa dalam kelompok belajar, orientasi siswa baru, dan bimbingan karir sesuai dengan paket yang tersedia.
Memperhatikan karakteristik pekerjaan guru, ia adalah profesi. Guru adalah pekerjaan professional dalam pendidikan. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan atau situasi interaksi belajar mengajar yang kondusif. Siswa diharapkan dapat berperilaku dalam pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku antara guru dengan siswa. Disamping itu guru BK diharapkan mampu memahami kondisi siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
C. Cara Mengembangkan profesionalitas Guru BK
Memperhatikan peran guru BK seperti tersebut di atas, berarti profesi guru BK harus terus menerus dikembangkan. Kemajuan teknologi yang cepat menuntut pengembangan profesi yang terus menerus. Profesi yang bermutu ditentukan oleh kemampuan anggotanya. Apabila kemampuan anggotanya rendah, maka profesi tersebut tidak akan mempunyai pasaran. Apabila profesi guru tidak berkembang, ia tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Akibatnya profesi tersebut tidak akan diminati oleh putra putra terbaik dari masyarakat. Dengan kata lain, saat ini dan masa yang akan datang profesi guru pembimbng (BK) harus dapat bersaing dengan profesi-profesi lainnya.
Pengembangan Profesionalitas guru BK harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Untuk mengembangkan profesionalitas guru pembimbing, banyak cara bisa dikerjakan, baik itu melalui program preservice education, inservice education, inservice training.
1. Program preservice education adalah program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan.
2. Program inservice education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional, sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan.
3. Program inservice training adalah suatu usaha pelatihan yang memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal tersebut adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.
Sucipto (1998) memberikan uraian bahwa. Pengembangan profesionalitas guru pembimbing dapat dilakukan baik masih dalam pendidikan pra jabatan maupun setelah bertugas.
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Pra jabatan
Dalam pendidikan prajabatan , calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru Pembimbing selalu menjadi panutan bagi siswanya dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannnya sebagai calon guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh aplikasi dan penerapan ilmu, ketrampilan dan kepribadian bahkan sikap professional dirancang didilakukan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Misalnya : Sikap teliti dan disiplin terbentuk sebagai sampingan dari keuletan dalam suatu pekerjaan.
Oleh karena itu lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru harus memenuhi standar standar tertentu (Sutjipto, 2003). Standar standar tersebut adalah:
a. Pendidikan guru harus didasarkan pada visi, bahwa guru harus responsive terhadap tuntutan mutu yang selalu meningkat. Oleh karena itu lembaga ini harus mampu menciptakan guru profesional yang handal dan responsive sesuai dengan tuntutan mutu , baik secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu, selain menguasai ilmu yang diajarkan guru harus mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pendidikan, sehingga pengajaran yang diberikan dapat sekaligus mengembangkan aspek kepribadian murid. Disinilah pentingnya lembaga ini menyiapkan calon guru yang memiliki kepribadian yang unggul.
b. Perlunya lembaga pendidikan guru menerapkan standar internasional yang meliputi kelembagaan pendidikan guru baik prajabatan maupun dalam jabatan.
c. Lembaga pendidikan guru harus mampu menawarkan program-program yang berkualitas dan bermutu tinggi. Pengelolaan program harus memungkinkan terjadinya proses interaksi yang saling memperkaya diantara program, pelaku dan pemanfaatan fasilitas.
d. Di dalam rancangan dan praksis, kurikulum harus terjadi integrasi antara teori dan praktek yang menghasilkan pengalaman yang menyublim. Oleh karena itu, kurikulum harus meliputi kelompok pengalaman yang mengembangkan kepribadian, wawasan profesi, penguasaan bidang ilmu, penguasaan ilmu pendidikan dan praksisnya.
e. Lembaga pendidikan guru harus dibatasi kepada yang benar-benar dapat menjamin kualitas keluarannya. Sebaiknya pendidikan guru hanya dilakukan oleh pemerintah bersama lembaga swasta yang sangat selektif dan memenuhi kriteria.
f. Pelaksanaan pendidikan guru profesional harus ditunjang dengan manajemen yang profesional pula.
g. Lembaga yang berkualitas diberi kewenangan yang luas dalam membuka dan menutup program studi.
h. Pengalaman lapangan merupakan bagian dari pendidikan calon guru yang sangat esensial.
i. Dosen dan tenaga penunjang pendidikan lainnya harus mempunyai kualitas yang tinggi dan berdasarkan kebutuhan.
j. Pengembangan staf melalui pertemuan profesional, pendidikan lanjut harus selalu dilakukan.
k. Lembaga pendidikan harus mempunyai fasilitas yang lengkap, fasilitas penunjang dan fasilitas pembentukan kepribadian yang mantap.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam jabatan
Pengembangan sikap professional tidak terhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan professional guru pada masa pengabdiannya sebagai seorang guru. Baik itu dengan kegiatan formal, yaitu dengan cara mengikuti penataran, lokakarya, seminar, kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. Ataupun secara informal, yaitu melalui media massa, televisi, radio, Koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan ketrampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru BK secara bertahap dapat ditingkatkan kemampuannya menjadi pembimbing profesional, yang menguasai berbagai kemampuan, keterampilan dan teknik-teknik intelektual serta mampu menampilkan layanan yang unik dan bermakna bagi perkembangan semua siswa di sekolah melalui pendidikan lanjutan, pelatihan dan atau workshop. Mengingat kekuatan, kelemahan yang terdapat pada guru pembimbing untuk menjadi pembimbing profesional, serta peluang dan ancamannya, maka pembimbing sekolah merupakan prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi pembimbing profesional melalui workshop dan pelatihan. Dalam kaitan itu perencanaan strategik dan teknik peningkatan mutu berdasarkan kompetensi merupakan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan program peningkatan mutu pembimbing. Program pengembangan profesionalitas pembimbing sekolah dirancang berdasarkan pilihan nilai filsafah negara Pancasila, Spesifikasi hasil program diarahkan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan tertentu yang belum dikuasai pembimbing sekolah dalam menjalankan tugasnya. Isi program pengembangan pembimbing sekolah, mencakup aspek-aspek; hubungan antarpribadi; penyusunan dan pengembangan program; konseling individual dan kelompok serta keterampilan konseling; konsultasi; testing; dan dasar-dasar penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudianto, Akur. 2008. Konselor Dan Profesi Konseling (Pengembangan Profesionalitas Konselor Sekolah/Madrasah Dalam Jabatan).Padang: Makalah Konvensi Nasional II IKI dan Seminar Internasional Konseling.
2. Usman, Uzer, Muh .2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosda Karya
3. Soetjipto.2000. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta
4. Ikatan Konselor Indonesia (Divisi ABKIN), 2008. Arah pemikiran pengembangan profesi konselor.
SOAL SEMESTER
1. Apa yang menjadi faktor penentu bagi seorang guru (BK) agar dapat professional?
Yang menjadi faktor penentu keprofesionalan guru pembimbing adalah standar kompetensi yang dimiliki mumpuni dan teraplikasi dalam wujud kinerja dan prilaku yang terbuka serta menarik. Dimana kompetensi yang dimiliki sudah mendarah daging dan menjadi satu kesatuan dalam pribadi (kualitas akademik, personal dan sosial memadai).
Guru BK diharapkan dapat menunjukkan kinerja yang mencerminkan kriteria dan trilogi profesi ( ilmu pendidikan, substansi konseling, dan praktik konseling) konteks tugas, dan kompetensi akademik dan profesional yang harus dikuasai. Kriteria profesi mencakup keintelektualan, kompetensi profesional, obyek praktek yang spesifik, komunikasi, motivasi altruistik, dan organisasi profesi. Trilogi profesi menunjukkan eksistensi profesi sebagai cerminan dari dasar keilmuan, substansi profesi, dan praktek profesi secara komprehensif. Penguasaan kompetensi sesuai dengan Permendiknas no. 27 tahun 2008. Guru BK yang tidak mempunyai kompetensi yang baik bukanlah guru profesional.
Kompetensi yang dituntut dari seorang BK adalah:
1. Kompetensi Personal.
Guru BK yang mempunyai kompetensi personal dengan baik adalah guru yang mempunyai kemampuan pribadi dalam hal pengembangan kepribadian. Pengembangan kepribadian dimaksud adalah pengembangan kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama, yang meliputi pengkajian, penghayatan serta pengamalan. Pengembangan sifat-sifat terpuji adalah hal perlu dikembangkan dalam kompetensi personal. Guru dituntut membiasakan diri untuk bersikap sabar, demokratis, menghargai pendapat orang lain, sopan, santun, selalu tepat waktu, serta tanggap terhadap pembaharuan.
Dengan demikian kepribadian menentukan citra seorang guru BK. Dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan kepribadiannya. Kepribadian menentukan apakah seorang guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik. Kompetensi personal dari guru BK harus mempunyai daya beda yang tinggi dibanding guru bidang studi yang lain.
2. Kompetensi Profesional.
Guru BK yang profesional adalah seseorang yang memenuhi standard kualifikasi akademik. Kompetensi profesional yang dipelajari berkaitan dengan mempelajari materi keilmuan, pendekatan, metode, teknik, serta nilai yang berkenaan dengan pelayanan profesional. Objek praktik yang spesifik yang berbeda dari profesi lain bahkan guru walaupun sama-sama di bidang pendidikan. Kompetensi profesional mencakup kompetensi inti yaitu:
Menguasai konsep dan praksis assesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling
Merancang program bimbingan dan konseling
Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif
Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling
Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling
3.Kompetensi pedagogik
Seorang guru dikatakan mempunyai kompetensi profesional apabila dia menguasai landasan pendidikan. Penguasaan terhadap landasan pendidikan ini dibuktikan dengan bagaimana seorang guru mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dengan cara mengkaji tujuan, meneliti hubungan-hubungan antara berbagai lembaga pendidikan, serta mengkaji kegiatan-kegiatan pengajaran. Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan merupakan bagian dari kompetensi pedagogik. Dalam hal ini yang bisa dilakukan oleh guru adalah : mengkaji jenis perbuatan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap, mengkaji prinsip-prinsip belajar, serta menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan belajar. Kompetensi pedagogik mencakup kompetensi inti yaitu:
menguasai teori dan praksis pendidikan
mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
mengausai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikanr mengajar.
4. Kompetensi Sosial
Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi adalah hal yang perlu dikembangkan dalam kompetensi sosial. Dalam hal ini bagaimana seorang guru BK harus bisa berinteraksi denga teman sejawat, berinteraksi dengan masyarakat untuk menyampaikan misi pendidikan, melaksanakan bimbingan dan konseling, melaksanakan administrasi sekolah. Disamping itu juga perlunya seorang guru mengembangkan aspek aspek dalam hubungan antara manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungnnya.
Kompetensi sosial mencakup kompetensi inti yaitu:
Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
Mengimplementasikan kerjasama antar profesi
2. Dalam mengembangkan profesionalitas adakah faktor penghambat Guru BK, adakah solusinya?
Ada
Faktor penghambat tersebut adalah:
1. Faktor internal guru pembimbing itu sendiri
- Kurang memahami hak dan kewajibannya sebagai guru BK
- KurangyaWPKNS dan kurang keterampilan dalam konseling serta Gagap teknologi sehingga kurang mengupdate informasi baru tentang ke BK-an.
- Kurang aktif dalam organisasi profesi sehingga perkembangan dan kemajuan dunia pofesi ketinggalan.
- Malas untuk mengembangkan diri dan tidak kreatif.
2. Faktor eksternal:
- Dari Personal sekolah yaitu kepala sekolah dan perangkatnya kurang memahami bimbingan konseling sehingga kurang memberikan dukungan terhadap pelaksanan bimbingan dan konseling di sekolah. Wewenang yang diberikan kepada guru pembimbing tidak luwes guru Bk tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya (keberadaan/kedudukan BK kurang dirasakan). Stagnan (berjalan ditempat) dan kurang mengalami perubahan yang berarti manajemen organisasi kegiatan bimbingan konseling disekolah kurang dapat terlaksana dengan baik.
- Sarana prasarana bimbingan dan konseling tidak memadai juga ikut menambah daftar buruknya citra BK disekolah. Sehingga pelaksanaan kegiatan BK tidak dapat berjalan sesuai harapan.
- Dari supervisor BK juga kurang memberikan intervensi pembinaan yang memadai dan tepat serta kurangnya inspeksi secara intensif dan berkesinambungan. Sehingga guru BK disekolah lengah, lalai dan kurang produktif. Ditambah lagi minimnya supevisor BK yang berlatar belakang bimbingan dan konseling.
- Kurang responnya ABKIN terhadap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi guru BK disekolah sehingga kurang memberikan pelatihan dan wadah untuk bertukar pikiran serta aspirasi untuk kemajuan dunia profesi.
Solusinya adalah:
1. Guru BK harus mengerti betul hak dan kewajibannya secara ideal, profesional
dan proporsional. Oleh karenanya perlu ada semacam sosialisasi dan diseminasi undang-undang terhadap para Guru BK agar mereka terpahamkan soal eksistensi profesionalitasnya. Termasuk disini juga perlu disosialisasikan kepada kepala sekolah supaya memahami tugas dan funsi bimbingan dan konseling disekolah. Sehingga adanya peran serta dan dukungan dari kepala sekolah dan perangkat terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling serta tidak ada lagi kesalah pahaman
2. Guru BK senantiasa meningkatkan WPKNS, meningkatkan keterampilan dalam konseling, meningkatkan penguasaan penggunaan teknologi komunikasi, meningkatkan keterampilan dan ketajaman dalam menguasai informasi serta berfikir masa depan denga cara senantiasa mengembangkan kualitas diri melalui belajar terus menerus dan mengikuti perkembangan melalui organisasi profesi dan organisasi lainnya yang relevan, lokakarya, penataran, seminar/workshop serta MGBK.
3. Guru BK memiliki pribadi yang unggul, kontrol diri dan evaluasi diri secara berkesinambungan sehingga senantiasa berbenah diri dan meningkatkan kualitas. Memiliki standar evaluasi diri yang dijadikan cerminan diri.
4. DIKNAS segera mengantisispasi dengan mengambil suatu tindakan mengkonselorkan para guru BK sehingga tidak terjadi kegagalan dalam melaksanakan KTSP (merekrut guru BK untuk memasuki PPK dalam jabatan). Dalam hal ini biaya ditanggung pemerintah.
5. Pemerintah senantiasa memberikan reward terhadap guru yang berprestasi secara terus menerus agar guru (khususnya guru BK) dapat termotivasi menghasilkan karya terbaik dan kualiats kerja yang optimal.
6. Pemerintah hendaknya memperhatikan dan memprioritaskan kebutuhan tenaga konseling disekolah dengan serius (pemenuhan guru BK sesuai jumlah dan kebutuhan siswa dengan latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling).
7. Supervisor BK hendaknya kualifikasi pendidikan dari bimbingan dan konseling serta lebih tinggi dari guru BK disekolah. Sehingga pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan keahliannya mumpuni dan diakui, dapat menjadi teladan dan motivator yang tinggi.
8. ABKIN memfasilitasi perkembangan dan kemajuan tenaga konseling.
9. Lembaga pencetak tenaga guru lebih selektif dalam merekrut calon tenaga pendidik khususnya guru BK. Agar profesionalitas dapat terwujud.
Salah satu aspek penting dalam pengembangan profesionalitas guru di sini adalah terletak pada kemampuannya meningkatkan modal intelektual, modal sosial, kredibilitas dan semangatnya dalam mengemban tugas sebagai guru. Ada tiga tugas utama guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral pendidikan telah memberikan sumbangan terhadap perkembangan siswa di sekolah. Namun meskipun demikian masih banyak lagi yang dibutuhkan dan yang perlu mendapat perhatian, seperti petugas bimbingan yang masih bersifat menunggu, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang kurang memberikan nilai tambah bagi perkembangan siswa, petugas bimbingan sekolah yang kurang menampilkan kegiatan bermakna bagi pencapaian tujuan program sekolah, belum adanya perbedaan yang nyata kemampuan profesional antara petugas bimbingan yang berlatar pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling. Sampai saat ini guru pembimbing (BK) masih dianggap menakutkan. Pandangan tentang Guru pembimbing (BK) sebagai guru khusus untuk siswa bermasalah masih tetap melekat di sebagian besar sekolah. Anggapan bahwa siswa yang berhubungan dengan guru pembimbing adalah siswa yang bermasalah pun masih melekat dalam ranah pikiran sebagian besar siswa dan orang tuanya. Sehingga gambaran menakutkan tentang guru pembimbing (BK) sebagai polisinya sekolah telah menumbuhkan keengganan sebagian besar siswa untuk berhubungan dengan guru pembimbing. Walaupun sebenarnya para siswa itu sangat ingin berhubungan dengan guru BK tetapi mereka lebih takut dicap teman-temannya sebagai siswa bermasalah. Pandangan itu tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan Guru BK dalam malakukan peran besarnya di sekolah. Hal tersebut merupakan beberapa masalah yang perlu dicarikan jalan pemecahannya untuk menciptakan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah secara profesional. Sehingga profesionalitas guru pembimbing dapat terwujud. Dengan memperhatikan fenomena guru pembimbing di sekolah, maka pengembangan profesionalitas guru menjadi peluang yang amat terbuka dan amat urgen dilakukan, terutama dilihat: (1) dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas guru pembimbing, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efesien; (2) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam bimbingan dan konseling di sekolah juga cenderung bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaannya secara akademik-profesional; (3) setiap guru dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan;
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesionalitas
Profesionalitas adalah Derajat pengetahuan dan keahlian serta sikap anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya. Profesionalitas merupakan wujud keprofesionalan dari seorang petugas profesi.
Bagaimanapun kondisinya guru bimbingan dan konseling diharapkan mampu mampu melaksanakan tugas profesinya dengan baik. Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berupa jabatan dalam suatu hirarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta menuntut etika khusus untuk jabatan tersebut. Seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kompetensi dan sikap sesuai dengan profesinya. Seorang professional menjalankan pekerjaannya berdasarkan profesionalisme. Pengetahuan dan kemampuan dan keterampilan yang mampu dilaksanakan pembimbing sekolah mencakup semua aspek kehidupan.
B. Kemampuan yang dituntut dari seorang guru BK
Kemampuan yang dituntut guru BK cukup tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Harus mempunyai kemauan yang cukup kuat untuk bekerja keras, ingin menyelesaikan tugas tetap pada waktunya, mempunyai semangat bersaing yang tidak terlalu tinggi, berani menghadapi kegagalan dan ingin melakukan tugas-tugas baru di sekolahnya. Petugas bimbingan sekolah harus melakukan berbagai kegiatan bimbingan yang terdapat disekolah, antara lain; penyusunan program bimbingan, pengadministrasian kegiatan bimbingan, pengumpulan data, pemberian informasi, penempatan siswa, bimbingan kelompok belajar, diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran perbaikan, konseling dan berbagai inventori untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa, kepribadian dan kemampuan siswa; beberapa jenis layanan bimbingan; serta organisasi dan administrasi bimbingan, cara menyiapkan sarana penunjang pelayanan bimbingan dan konseling, pengkajian faktor-faktor penunjang dan penghambat program, wawasan bimbingan, prinsip bimbingan, cara memotivasi siswa, cara menempatkan siswa dalam kelompok belajar, orientasi siswa baru, dan bimbingan karir sesuai dengan paket yang tersedia.
Memperhatikan karakteristik pekerjaan guru, ia adalah profesi. Guru adalah pekerjaan professional dalam pendidikan. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan atau situasi interaksi belajar mengajar yang kondusif. Siswa diharapkan dapat berperilaku dalam pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku antara guru dengan siswa. Disamping itu guru BK diharapkan mampu memahami kondisi siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
C. Cara Mengembangkan profesionalitas Guru BK
Memperhatikan peran guru BK seperti tersebut di atas, berarti profesi guru BK harus terus menerus dikembangkan. Kemajuan teknologi yang cepat menuntut pengembangan profesi yang terus menerus. Profesi yang bermutu ditentukan oleh kemampuan anggotanya. Apabila kemampuan anggotanya rendah, maka profesi tersebut tidak akan mempunyai pasaran. Apabila profesi guru tidak berkembang, ia tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Akibatnya profesi tersebut tidak akan diminati oleh putra putra terbaik dari masyarakat. Dengan kata lain, saat ini dan masa yang akan datang profesi guru pembimbng (BK) harus dapat bersaing dengan profesi-profesi lainnya.
Pengembangan Profesionalitas guru BK harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Untuk mengembangkan profesionalitas guru pembimbing, banyak cara bisa dikerjakan, baik itu melalui program preservice education, inservice education, inservice training.
1. Program preservice education adalah program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan.
2. Program inservice education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional, sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan.
3. Program inservice training adalah suatu usaha pelatihan yang memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal tersebut adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.
Sucipto (1998) memberikan uraian bahwa. Pengembangan profesionalitas guru pembimbing dapat dilakukan baik masih dalam pendidikan pra jabatan maupun setelah bertugas.
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Pra jabatan
Dalam pendidikan prajabatan , calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru Pembimbing selalu menjadi panutan bagi siswanya dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannnya sebagai calon guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh aplikasi dan penerapan ilmu, ketrampilan dan kepribadian bahkan sikap professional dirancang didilakukan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Misalnya : Sikap teliti dan disiplin terbentuk sebagai sampingan dari keuletan dalam suatu pekerjaan.
Oleh karena itu lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru harus memenuhi standar standar tertentu (Sutjipto, 2003). Standar standar tersebut adalah:
a. Pendidikan guru harus didasarkan pada visi, bahwa guru harus responsive terhadap tuntutan mutu yang selalu meningkat. Oleh karena itu lembaga ini harus mampu menciptakan guru profesional yang handal dan responsive sesuai dengan tuntutan mutu , baik secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu, selain menguasai ilmu yang diajarkan guru harus mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pendidikan, sehingga pengajaran yang diberikan dapat sekaligus mengembangkan aspek kepribadian murid. Disinilah pentingnya lembaga ini menyiapkan calon guru yang memiliki kepribadian yang unggul.
b. Perlunya lembaga pendidikan guru menerapkan standar internasional yang meliputi kelembagaan pendidikan guru baik prajabatan maupun dalam jabatan.
c. Lembaga pendidikan guru harus mampu menawarkan program-program yang berkualitas dan bermutu tinggi. Pengelolaan program harus memungkinkan terjadinya proses interaksi yang saling memperkaya diantara program, pelaku dan pemanfaatan fasilitas.
d. Di dalam rancangan dan praksis, kurikulum harus terjadi integrasi antara teori dan praktek yang menghasilkan pengalaman yang menyublim. Oleh karena itu, kurikulum harus meliputi kelompok pengalaman yang mengembangkan kepribadian, wawasan profesi, penguasaan bidang ilmu, penguasaan ilmu pendidikan dan praksisnya.
e. Lembaga pendidikan guru harus dibatasi kepada yang benar-benar dapat menjamin kualitas keluarannya. Sebaiknya pendidikan guru hanya dilakukan oleh pemerintah bersama lembaga swasta yang sangat selektif dan memenuhi kriteria.
f. Pelaksanaan pendidikan guru profesional harus ditunjang dengan manajemen yang profesional pula.
g. Lembaga yang berkualitas diberi kewenangan yang luas dalam membuka dan menutup program studi.
h. Pengalaman lapangan merupakan bagian dari pendidikan calon guru yang sangat esensial.
i. Dosen dan tenaga penunjang pendidikan lainnya harus mempunyai kualitas yang tinggi dan berdasarkan kebutuhan.
j. Pengembangan staf melalui pertemuan profesional, pendidikan lanjut harus selalu dilakukan.
k. Lembaga pendidikan harus mempunyai fasilitas yang lengkap, fasilitas penunjang dan fasilitas pembentukan kepribadian yang mantap.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam jabatan
Pengembangan sikap professional tidak terhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan professional guru pada masa pengabdiannya sebagai seorang guru. Baik itu dengan kegiatan formal, yaitu dengan cara mengikuti penataran, lokakarya, seminar, kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. Ataupun secara informal, yaitu melalui media massa, televisi, radio, Koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan ketrampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru BK secara bertahap dapat ditingkatkan kemampuannya menjadi pembimbing profesional, yang menguasai berbagai kemampuan, keterampilan dan teknik-teknik intelektual serta mampu menampilkan layanan yang unik dan bermakna bagi perkembangan semua siswa di sekolah melalui pendidikan lanjutan, pelatihan dan atau workshop. Mengingat kekuatan, kelemahan yang terdapat pada guru pembimbing untuk menjadi pembimbing profesional, serta peluang dan ancamannya, maka pembimbing sekolah merupakan prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi pembimbing profesional melalui workshop dan pelatihan. Dalam kaitan itu perencanaan strategik dan teknik peningkatan mutu berdasarkan kompetensi merupakan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan program peningkatan mutu pembimbing. Program pengembangan profesionalitas pembimbing sekolah dirancang berdasarkan pilihan nilai filsafah negara Pancasila, Spesifikasi hasil program diarahkan untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan tertentu yang belum dikuasai pembimbing sekolah dalam menjalankan tugasnya. Isi program pengembangan pembimbing sekolah, mencakup aspek-aspek; hubungan antarpribadi; penyusunan dan pengembangan program; konseling individual dan kelompok serta keterampilan konseling; konsultasi; testing; dan dasar-dasar penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudianto, Akur. 2008. Konselor Dan Profesi Konseling (Pengembangan Profesionalitas Konselor Sekolah/Madrasah Dalam Jabatan).Padang: Makalah Konvensi Nasional II IKI dan Seminar Internasional Konseling.
2. Usman, Uzer, Muh .2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosda Karya
3. Soetjipto.2000. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta
4. Ikatan Konselor Indonesia (Divisi ABKIN), 2008. Arah pemikiran pengembangan profesi konselor.
SOAL SEMESTER
1. Apa yang menjadi faktor penentu bagi seorang guru (BK) agar dapat professional?
Yang menjadi faktor penentu keprofesionalan guru pembimbing adalah standar kompetensi yang dimiliki mumpuni dan teraplikasi dalam wujud kinerja dan prilaku yang terbuka serta menarik. Dimana kompetensi yang dimiliki sudah mendarah daging dan menjadi satu kesatuan dalam pribadi (kualitas akademik, personal dan sosial memadai).
Guru BK diharapkan dapat menunjukkan kinerja yang mencerminkan kriteria dan trilogi profesi ( ilmu pendidikan, substansi konseling, dan praktik konseling) konteks tugas, dan kompetensi akademik dan profesional yang harus dikuasai. Kriteria profesi mencakup keintelektualan, kompetensi profesional, obyek praktek yang spesifik, komunikasi, motivasi altruistik, dan organisasi profesi. Trilogi profesi menunjukkan eksistensi profesi sebagai cerminan dari dasar keilmuan, substansi profesi, dan praktek profesi secara komprehensif. Penguasaan kompetensi sesuai dengan Permendiknas no. 27 tahun 2008. Guru BK yang tidak mempunyai kompetensi yang baik bukanlah guru profesional.
Kompetensi yang dituntut dari seorang BK adalah:
1. Kompetensi Personal.
Guru BK yang mempunyai kompetensi personal dengan baik adalah guru yang mempunyai kemampuan pribadi dalam hal pengembangan kepribadian. Pengembangan kepribadian dimaksud adalah pengembangan kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama, yang meliputi pengkajian, penghayatan serta pengamalan. Pengembangan sifat-sifat terpuji adalah hal perlu dikembangkan dalam kompetensi personal. Guru dituntut membiasakan diri untuk bersikap sabar, demokratis, menghargai pendapat orang lain, sopan, santun, selalu tepat waktu, serta tanggap terhadap pembaharuan.
Dengan demikian kepribadian menentukan citra seorang guru BK. Dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan kepribadiannya. Kepribadian menentukan apakah seorang guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik. Kompetensi personal dari guru BK harus mempunyai daya beda yang tinggi dibanding guru bidang studi yang lain.
2. Kompetensi Profesional.
Guru BK yang profesional adalah seseorang yang memenuhi standard kualifikasi akademik. Kompetensi profesional yang dipelajari berkaitan dengan mempelajari materi keilmuan, pendekatan, metode, teknik, serta nilai yang berkenaan dengan pelayanan profesional. Objek praktik yang spesifik yang berbeda dari profesi lain bahkan guru walaupun sama-sama di bidang pendidikan. Kompetensi profesional mencakup kompetensi inti yaitu:
Menguasai konsep dan praksis assesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling
Merancang program bimbingan dan konseling
Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif
Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling
Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
Menguasai konsep dan praksis penelitian bimbingan dan konseling
3.Kompetensi pedagogik
Seorang guru dikatakan mempunyai kompetensi profesional apabila dia menguasai landasan pendidikan. Penguasaan terhadap landasan pendidikan ini dibuktikan dengan bagaimana seorang guru mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, dengan cara mengkaji tujuan, meneliti hubungan-hubungan antara berbagai lembaga pendidikan, serta mengkaji kegiatan-kegiatan pengajaran. Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan merupakan bagian dari kompetensi pedagogik. Dalam hal ini yang bisa dilakukan oleh guru adalah : mengkaji jenis perbuatan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap, mengkaji prinsip-prinsip belajar, serta menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan belajar. Kompetensi pedagogik mencakup kompetensi inti yaitu:
menguasai teori dan praksis pendidikan
mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
mengausai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikanr mengajar.
4. Kompetensi Sosial
Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi adalah hal yang perlu dikembangkan dalam kompetensi sosial. Dalam hal ini bagaimana seorang guru BK harus bisa berinteraksi denga teman sejawat, berinteraksi dengan masyarakat untuk menyampaikan misi pendidikan, melaksanakan bimbingan dan konseling, melaksanakan administrasi sekolah. Disamping itu juga perlunya seorang guru mengembangkan aspek aspek dalam hubungan antara manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungnnya.
Kompetensi sosial mencakup kompetensi inti yaitu:
Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat kerja
Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
Mengimplementasikan kerjasama antar profesi
2. Dalam mengembangkan profesionalitas adakah faktor penghambat Guru BK, adakah solusinya?
Ada
Faktor penghambat tersebut adalah:
1. Faktor internal guru pembimbing itu sendiri
- Kurang memahami hak dan kewajibannya sebagai guru BK
- KurangyaWPKNS dan kurang keterampilan dalam konseling serta Gagap teknologi sehingga kurang mengupdate informasi baru tentang ke BK-an.
- Kurang aktif dalam organisasi profesi sehingga perkembangan dan kemajuan dunia pofesi ketinggalan.
- Malas untuk mengembangkan diri dan tidak kreatif.
2. Faktor eksternal:
- Dari Personal sekolah yaitu kepala sekolah dan perangkatnya kurang memahami bimbingan konseling sehingga kurang memberikan dukungan terhadap pelaksanan bimbingan dan konseling di sekolah. Wewenang yang diberikan kepada guru pembimbing tidak luwes guru Bk tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya (keberadaan/kedudukan BK kurang dirasakan). Stagnan (berjalan ditempat) dan kurang mengalami perubahan yang berarti manajemen organisasi kegiatan bimbingan konseling disekolah kurang dapat terlaksana dengan baik.
- Sarana prasarana bimbingan dan konseling tidak memadai juga ikut menambah daftar buruknya citra BK disekolah. Sehingga pelaksanaan kegiatan BK tidak dapat berjalan sesuai harapan.
- Dari supervisor BK juga kurang memberikan intervensi pembinaan yang memadai dan tepat serta kurangnya inspeksi secara intensif dan berkesinambungan. Sehingga guru BK disekolah lengah, lalai dan kurang produktif. Ditambah lagi minimnya supevisor BK yang berlatar belakang bimbingan dan konseling.
- Kurang responnya ABKIN terhadap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi guru BK disekolah sehingga kurang memberikan pelatihan dan wadah untuk bertukar pikiran serta aspirasi untuk kemajuan dunia profesi.
Solusinya adalah:
1. Guru BK harus mengerti betul hak dan kewajibannya secara ideal, profesional
dan proporsional. Oleh karenanya perlu ada semacam sosialisasi dan diseminasi undang-undang terhadap para Guru BK agar mereka terpahamkan soal eksistensi profesionalitasnya. Termasuk disini juga perlu disosialisasikan kepada kepala sekolah supaya memahami tugas dan funsi bimbingan dan konseling disekolah. Sehingga adanya peran serta dan dukungan dari kepala sekolah dan perangkat terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling serta tidak ada lagi kesalah pahaman
2. Guru BK senantiasa meningkatkan WPKNS, meningkatkan keterampilan dalam konseling, meningkatkan penguasaan penggunaan teknologi komunikasi, meningkatkan keterampilan dan ketajaman dalam menguasai informasi serta berfikir masa depan denga cara senantiasa mengembangkan kualitas diri melalui belajar terus menerus dan mengikuti perkembangan melalui organisasi profesi dan organisasi lainnya yang relevan, lokakarya, penataran, seminar/workshop serta MGBK.
3. Guru BK memiliki pribadi yang unggul, kontrol diri dan evaluasi diri secara berkesinambungan sehingga senantiasa berbenah diri dan meningkatkan kualitas. Memiliki standar evaluasi diri yang dijadikan cerminan diri.
4. DIKNAS segera mengantisispasi dengan mengambil suatu tindakan mengkonselorkan para guru BK sehingga tidak terjadi kegagalan dalam melaksanakan KTSP (merekrut guru BK untuk memasuki PPK dalam jabatan). Dalam hal ini biaya ditanggung pemerintah.
5. Pemerintah senantiasa memberikan reward terhadap guru yang berprestasi secara terus menerus agar guru (khususnya guru BK) dapat termotivasi menghasilkan karya terbaik dan kualiats kerja yang optimal.
6. Pemerintah hendaknya memperhatikan dan memprioritaskan kebutuhan tenaga konseling disekolah dengan serius (pemenuhan guru BK sesuai jumlah dan kebutuhan siswa dengan latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling).
7. Supervisor BK hendaknya kualifikasi pendidikan dari bimbingan dan konseling serta lebih tinggi dari guru BK disekolah. Sehingga pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan keahliannya mumpuni dan diakui, dapat menjadi teladan dan motivator yang tinggi.
8. ABKIN memfasilitasi perkembangan dan kemajuan tenaga konseling.
9. Lembaga pencetak tenaga guru lebih selektif dalam merekrut calon tenaga pendidik khususnya guru BK. Agar profesionalitas dapat terwujud.
Salah satu aspek penting dalam pengembangan profesionalitas guru di sini adalah terletak pada kemampuannya meningkatkan modal intelektual, modal sosial, kredibilitas dan semangatnya dalam mengemban tugas sebagai guru. Ada tiga tugas utama guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
STUDI KASUS
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik)secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik secara lebih mendalam, maka seorang pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan berbagai keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek, seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu, perbedaan individu, adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam rangka mencari informasi tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk menentukan langkah-langkah penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya suatu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta-fakta yang terkait dengan permasalahan yang ada. Salah satu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta adalah studi kasus.
Pada praktiknya studi kasus diselenggarakan melalui cara-cara yang bervariasi, seperti analisis laporan sesaat (anecdotal report), otobiografi klien, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangan klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cumulative records), konperensi kasus (case conference) seperti yang diungkapkan Jones, 1951; Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer, 1969; Patterson, 1978; Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38)
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal”atau”perkara”tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus dalam dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus”dalam bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan orang tersebut. Misalnya kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus Dewi menyangkut prestasi akademiknya yang merosot, sering datang terlambat dikelas, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika tidak segera ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada Dewi sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindakan kriminal, polisi maupun hukum.
Namun kasus ini harus segera ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini bukanlah sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus sepengetahuan dan seizing dari Dewi. Langkah ini ditempuh agar Dewi tidak merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun privasinya dibuka didepan orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai permasalahan yang dihadapinya dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dzn untuk mendapatkan jalan keluar tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali pada keadaan yang menyenangkan dan membahagiakannya.
2. Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di permukaan laut besarnya sukar diukur.
Dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah, ataupun kunjungan rumah. Dari penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut individualitas, sosialitas, moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan yang bersangkut paut dengan kasus itu dilihat dari rincian permasalahannya, penyebabnya dan kemungkinan akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor perlu mengembangkan konsep atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan sebab dan juga kemungkinan akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus yang sedang ditangani. Sekali lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak boleh menjadi alasan yang menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru dalam proses penjelajahan masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh terikat dan secara kaku berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide yang dikembangkan itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan yang diperoleh melalui pendalaman masalah (Prayitno: 1999)
3. Penanganan Terhadap Kasus
Penanganan kasus adalah keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan akhirnya perhatian atau tindakan tersebut (ibid: 77)
Dalam menangani sebuah kasus, seorang konselor melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.) Pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak awal kasus itu dihadapkan);
2.) Pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu;
3.) Penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut;
4.) Mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan.
Penanganan sebuah kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tujuan utama teratasinya permasalahan yang dimaksudkan. Penanganan kasus dalam pengertian yang khusus, menghendaki strategi dan tehnik-tehnik yang sifatnya khas sesuai dengan pokok permasalahan yang akan ditangani. Disinilah keahlian konselor diperlukan untuk menjelajahi masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi sumber permasalahan secara umum, pemilihan strategi dan tehnik penanganan masalah pokok itu, serta penerapan strategi dan tehnik yang dipilihnya itu.
Berikut ini salah satu contoh kasus beserta urutan penanganannya: “Dimas, seorang siswa SMA kelas III IPS; menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melangggar tata tertib sekolah dan prestasi belajarnya rendah. Dia sering membolos terutama jika akan menghadpai mata pelajaran Matematika. Pada akhir tahun lalu, dia termasuk salah satu siswa yang dipermasalahkan kenaikan kelasnya. Dirumah dia tidak mempunyai tempat belajar sendiri dan dia belajar ditempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehinga sering terlambat masuk sekolah. Sedangkan data lain menunjukkan bahwa siswa tersebut adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga saudaranya sudah berada di perguruan tinggi, dan salah seorang adiknya juga dikelas III IPA disekolah yang sama. Dia sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya”.
Dari contoh kasus diatas, kita dapat membayangkan berbagai permasalahan yang dialami oleh Dimas, dan kita dapat mengenalinya melalui:
1.) Deskripsi Awal Kasus
Deskripsi awal kasus menunjukkan bahwa dari dimensi individualitas, Dimas memiliki prestasi belajar rendah dan kurang berminat pada IPA; dimensi sosialitas menunjukkan dia pernah bentrok dengan guru; dimensi moralitas menunjukkan dia suka melanggar tata tertib, membolos dan sering terlambat masuk sekolah.
2.) Ide-ide tentang rincian permasalahan; kemungkinan sebab dan akibat dari permasalahan, misalnya prestasi belajar rendah
a. Gambaran yang lebih rinci:
- nilai raport banyak merahnya
- nilai tugas, ulangan dan ujian rendah
- peringkat dibawah rata-rata, dsb
b. Kemungkinan sebab:
- intelegensi dibawah rata-rata
- malas belajar
- kurang minat dan perhatian, dll
c. Kemungkinan akibat:
- minat belajar semakin berkurang
- tidak naik kelas
- dikeluarkan dari sekolah, dsb
3.) upaya dan hasil penjelajahan lebih lanjut terhadap setiap permasalahan yang terkandung dalam kasus yang dimaksud.
Penjelajahan masalah atau studi kasus yang lebih menyeluruh dan lengkap dapat ditempuh melalui berbagai cara seperti wawancara, analisis terhadap laporan sesaat (anecdotal report), perkembangan anak atau klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cumulative record), cerita tentang anak atau klien (otobiografi), konferensi kasus (case conference)
4.) upaya penanganan secara khusus terhadap permasalahan pokok yang menjadi sumber permasalahan pada umumnya
Penanganan sebuah kasus bukanlah hal yang mudah. Partisipasi aktif dari orang yang mengalami masalah serta orang-orang yang amat besar pengaruhnya kepada orang yang mengalami masalah seperti orang tua, guru dan orang lain yang amat dekat hubungannya mutlak diperlukan. Tanpa partisipasi aktif dari orang yang bermasalah serta orang-orang dekat disekitarnya, keberhasilan upaya bimbingan dan konseling amat diragukan atau bahkan gagal sama sekali, sehingga masalah tidak terpecahkan.
Selain itu, pihak lain yang perlu dilibatkan adalah berbagai unsur yang terdapat dilingkungan orang yang mengalami masalah baik lingkungan sosial, fisik, maupun lingkungan budaya. Termasuk dalam kategori ini adalah para ahli bidang-bidang tertentu, seperti dokter, psikiater, ahli hukum dan lain-lain (Prayitno; 1999: 81)
Kaitannya dengan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya bimbingan dan konseling, terdapat beberapa hal yag perlu diperhatikan, yaitu:
a. Perlibatan pihak-pihak, sumber dan unsur-unsur lain diluar diri orang yang mengalami masalah:
1.) harus sepengetahuan dan seizin orang yang mengalami masalah
2.) bersifat suka rela dan tidak merugikan pihak-pihak yang dilibatkan
b. pihak-pihak yang dilibatkan, dipilih secara seksama:
1.) agar dapat bermanfaat secara efektif dan efisien
2.) agar dapat disinkronisasi, dipantau dan dikontrol
3.) sesuai dengan azas-azas bimbingan dan konseling
c. ada penjelasan rinci tentang peranan masing-masing pihak yang dilibatkan terhadap pihak yang dilibatkan dan bagi orang yang mengalami masalah itu sendiri.
4. Penyikapan Terhadap Kasus
Penyikapan terhadap sebuah kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan konselor terhadap kasus tersebut. Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya.
Unsur-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.) Keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahluk yang paling indah dan berderajat paling tinggi. Hal itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat
2.) Pemahaman dan penghayatan bahwa untuk menuju perwujudan manusia seutuhnya empat dimensi kemanusiaan harus dikembangkan secara serempak dan optimal
3.) Pemahaman ddan penghayatan setiap orang dapat mengalami permasalahan dalam hidupnya dan dapat mengganggu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya
4.) Pemahaman dan penghayatan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan disatu sisi dan di sisi lain juga mempengaruhi timbulnya permasalahan
5.) Pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling mampu memberikan bantuan kepada orang-orang dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapinya
6.) Pemahaman dan penghayatan bahwa orang yang sedang mengalami masalah tidak dianggap sebagai orang yang terlibat tindak kriminal ataupun orang yang sakit. Tetapi dianggap sebagai orang yang normal dan sehat
7.) Pemahaman dan penghayatan bahwa perlu upaya pendalaman lebih lanjut demi mencapai pemahaman yang lengkap dan mantap berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
8.) Pemahaman dan penghayatan diperlukan tehnik dan strategi dalam mengatasi masalah yang dialami seseorang
9.) Pemahaman dan penghayatan bhawa dalam menangani permasalahan seseorang perlu melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur untuk secara efektif dan efisien mengatasi permasalahan.
Selanjutnya unsur-unsur kognitif tersebut diatas dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, seperti:
1.) memberi penghargaan dan penghormatan yan setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
2.) Konselor berupaya ikut mengembangkan empat dimensi kemanusiaan secara serasi dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya.
3.) Merasa prihatin dan menaruh simpai kepada orang-orang yang mengalami permasalahan
4.) Berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan permasalahan seseorang dengan cepat dan tepat
5.) Bersikap positif terhadap orang-orang yang mengalami masalah
6.) Bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang
7.) Mengembangkan wawasan, ide, strategi dan teknik serta menerapkannya dengan tepat
8.) Tidak menyelesaikan permasalahan seseorang sendirian saja, namun harus melibatkan pihak dan sumber yang dimungkinkan dapat memberi bantuan dalam penyelesaian seseorang
9.) Tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah kepada pihak lain yang lebih ahli
Kemudian pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan efeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap kasus dan upaya penanganannya. Perlakuan itu antara lain dapat berbentuk:
1) Menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab
2) Mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, baik mengenai sebab timbulnya permasalahan maupun akibatnya jika permasalahan tidak ditangani
3) Mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan
4) Melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur jika diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah
5) Mengkaji upaya pemecahan masalah sampai seberapa jauh upaya tersebut menampakkan hasil.
Unsur kognisi, afeksi dan perlakuan setidaknya menjadi dasar penyikapan seseorang (konselor) terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dan hal itu menjadi wujud nyata dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling di samping itu kepribadian dan keahlian konselor juga ikut memberi kontribusi dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling
KESIMPULAN
Kasus adalah kesatuan kondisi yang mengindikasikan satu atau sejumlah masalah yang dialami oleh seorang individu. Masalah-masalah tersebut dapat berkenaan dengan keempat dimensi kemanusiaan kasus-kasus itu dihadapkan pada konselor agar permasalahan itu bisa diatasi dan individu terbebas dari permasalahan yang melilitnya.
Seorang konselor harus memiliki wawasan, pemahaman dan penyikapan terhadap kasus pada umumnya, serta pemahaman dan cara-cara penanganan masalah-masalah yang terkandung dalam setiap kasus.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang konselor dari sebuah kasus adalah bahwa kasus yang ditanganinya tidak ada kaitannya dengan perkara criminal ataupun perdata, dan konselor tidak menangani kasus-kasus berkenaan dengan keadaan sakit ataupun ketidaknormalan secara fisik, konselor juga tidak boleh memandang suatu kasus dari berat ringannya, tetapi kasus itu hendaknya ditangani secara professional dan bertanggung jawab.
Konselor harus memiliki wawasan yang luas tentang berbagai masalah yang terkandung dalam sebuah kasus. Wawasan itu tercakup konsep-konsep atau ide-ide tentang rincian setiap masalah serta kemungkinan sebab-sebab dan akibat-akibatnya sedapat mungkin dikuasai oleh konselor.
Konsep atau ide itu akan memberikan arahan awal untuk melakukan pendalaman masalah melalui berbagai cara, seperti wawancara langsung dengan individu penyandang kasus, analisis otobiografi, tingkah laku, perkembangan, kumpulan data, konferensi kasus.
Penjelajahan dan penanganan masalah dilakukan dengan mengaktifkan berbagai pihak dan sumber yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani. Penyikapan konselor terhadap setiap kasus yang ditangani konselor sejak awal menerima kasus sampai dengan selesainya penanganan kasus tersebut. Unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terkait langsung dengan penyikapan konselor terhadap suatu kasus.
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/13/pemecahan-study-kasus-bimbingan-dan-konseling/
Dalam perkembangan dan kehidupan setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami individu (dalam hal ini peserta didik)secara keseluruhan, baik masalah yang dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik secara lebih mendalam, maka seorang pembimbing maupun konselor perlu mengumpulkan berbagai keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi berbagai aspek, seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu, perbedaan individu, adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam rangka mencari informasi tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk menentukan langkah-langkah penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya suatu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta-fakta yang terkait dengan permasalahan yang ada. Salah satu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta adalah studi kasus.
Pada praktiknya studi kasus diselenggarakan melalui cara-cara yang bervariasi, seperti analisis laporan sesaat (anecdotal report), otobiografi klien, deskripsi tentang tingkah laku, perkembangan klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cumulative records), konperensi kasus (case conference) seperti yang diungkapkan Jones, 1951; Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer, 1969; Patterson, 1978; Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38)
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga berarti keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. Jika istilah kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat berarti bahwa pada orang yang dimaksudkan terdapat “soal”atau”perkara”tertentu. Namun dalam hal ini yang perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus dalam dalam bimbingan dan konseling tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus”dalam bimbingan dan konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan orang tersebut. Misalnya kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus Dewi menyangkut prestasi akademiknya yang merosot, sering datang terlambat dikelas, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika tidak segera ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada Dewi sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tindakan kriminal, polisi maupun hukum.
Namun kasus ini harus segera ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini bukanlah sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus sepengetahuan dan seizing dari Dewi. Langkah ini ditempuh agar Dewi tidak merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun privasinya dibuka didepan orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai permasalahan yang dihadapinya dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dzn untuk mendapatkan jalan keluar tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali pada keadaan yang menyenangkan dan membahagiakannya.
2. Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di permukaan laut besarnya sukar diukur.
Dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah, ataupun kunjungan rumah. Dari penjelajahan yang luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut individualitas, sosialitas, moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan yang bersangkut paut dengan kasus itu dilihat dari rincian permasalahannya, penyebabnya dan kemungkinan akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor perlu mengembangkan konsep atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan sebab dan juga kemungkinan akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus yang sedang ditangani. Sekali lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak boleh menjadi alasan yang menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru dalam proses penjelajahan masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh terikat dan secara kaku berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide yang dikembangkan itu tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan yang diperoleh melalui pendalaman masalah (Prayitno: 1999)
3. Penanganan Terhadap Kasus
Penanganan kasus adalah keseluruhan perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang) yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan akhirnya perhatian atau tindakan tersebut (ibid: 77)
Dalam menangani sebuah kasus, seorang konselor melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.) Pengenalan awal tentang kasus (dimulai sejak awal kasus itu dihadapkan);
2.) Pengembangan ide-ide tentang rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu;
3.) Penjelajahan lebih lanjut tentang segala seluk beluk kasus tersebut;
4.) Mengusahakan upaya-upaya kasus untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan.
Penanganan sebuah kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tujuan utama teratasinya permasalahan yang dimaksudkan. Penanganan kasus dalam pengertian yang khusus, menghendaki strategi dan tehnik-tehnik yang sifatnya khas sesuai dengan pokok permasalahan yang akan ditangani. Disinilah keahlian konselor diperlukan untuk menjelajahi masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi sumber permasalahan secara umum, pemilihan strategi dan tehnik penanganan masalah pokok itu, serta penerapan strategi dan tehnik yang dipilihnya itu.
Berikut ini salah satu contoh kasus beserta urutan penanganannya: “Dimas, seorang siswa SMA kelas III IPS; menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melangggar tata tertib sekolah dan prestasi belajarnya rendah. Dia sering membolos terutama jika akan menghadpai mata pelajaran Matematika. Pada akhir tahun lalu, dia termasuk salah satu siswa yang dipermasalahkan kenaikan kelasnya. Dirumah dia tidak mempunyai tempat belajar sendiri dan dia belajar ditempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehinga sering terlambat masuk sekolah. Sedangkan data lain menunjukkan bahwa siswa tersebut adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga saudaranya sudah berada di perguruan tinggi, dan salah seorang adiknya juga dikelas III IPA disekolah yang sama. Dia sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya”.
Dari contoh kasus diatas, kita dapat membayangkan berbagai permasalahan yang dialami oleh Dimas, dan kita dapat mengenalinya melalui:
1.) Deskripsi Awal Kasus
Deskripsi awal kasus menunjukkan bahwa dari dimensi individualitas, Dimas memiliki prestasi belajar rendah dan kurang berminat pada IPA; dimensi sosialitas menunjukkan dia pernah bentrok dengan guru; dimensi moralitas menunjukkan dia suka melanggar tata tertib, membolos dan sering terlambat masuk sekolah.
2.) Ide-ide tentang rincian permasalahan; kemungkinan sebab dan akibat dari permasalahan, misalnya prestasi belajar rendah
a. Gambaran yang lebih rinci:
- nilai raport banyak merahnya
- nilai tugas, ulangan dan ujian rendah
- peringkat dibawah rata-rata, dsb
b. Kemungkinan sebab:
- intelegensi dibawah rata-rata
- malas belajar
- kurang minat dan perhatian, dll
c. Kemungkinan akibat:
- minat belajar semakin berkurang
- tidak naik kelas
- dikeluarkan dari sekolah, dsb
3.) upaya dan hasil penjelajahan lebih lanjut terhadap setiap permasalahan yang terkandung dalam kasus yang dimaksud.
Penjelajahan masalah atau studi kasus yang lebih menyeluruh dan lengkap dapat ditempuh melalui berbagai cara seperti wawancara, analisis terhadap laporan sesaat (anecdotal report), perkembangan anak atau klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data (cumulative record), cerita tentang anak atau klien (otobiografi), konferensi kasus (case conference)
4.) upaya penanganan secara khusus terhadap permasalahan pokok yang menjadi sumber permasalahan pada umumnya
Penanganan sebuah kasus bukanlah hal yang mudah. Partisipasi aktif dari orang yang mengalami masalah serta orang-orang yang amat besar pengaruhnya kepada orang yang mengalami masalah seperti orang tua, guru dan orang lain yang amat dekat hubungannya mutlak diperlukan. Tanpa partisipasi aktif dari orang yang bermasalah serta orang-orang dekat disekitarnya, keberhasilan upaya bimbingan dan konseling amat diragukan atau bahkan gagal sama sekali, sehingga masalah tidak terpecahkan.
Selain itu, pihak lain yang perlu dilibatkan adalah berbagai unsur yang terdapat dilingkungan orang yang mengalami masalah baik lingkungan sosial, fisik, maupun lingkungan budaya. Termasuk dalam kategori ini adalah para ahli bidang-bidang tertentu, seperti dokter, psikiater, ahli hukum dan lain-lain (Prayitno; 1999: 81)
Kaitannya dengan pihak-pihak yang terlibat dalam upaya bimbingan dan konseling, terdapat beberapa hal yag perlu diperhatikan, yaitu:
a. Perlibatan pihak-pihak, sumber dan unsur-unsur lain diluar diri orang yang mengalami masalah:
1.) harus sepengetahuan dan seizin orang yang mengalami masalah
2.) bersifat suka rela dan tidak merugikan pihak-pihak yang dilibatkan
b. pihak-pihak yang dilibatkan, dipilih secara seksama:
1.) agar dapat bermanfaat secara efektif dan efisien
2.) agar dapat disinkronisasi, dipantau dan dikontrol
3.) sesuai dengan azas-azas bimbingan dan konseling
c. ada penjelasan rinci tentang peranan masing-masing pihak yang dilibatkan terhadap pihak yang dilibatkan dan bagi orang yang mengalami masalah itu sendiri.
4. Penyikapan Terhadap Kasus
Penyikapan terhadap sebuah kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan konselor terhadap kasus tersebut. Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya.
Unsur-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.) Keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahluk yang paling indah dan berderajat paling tinggi. Hal itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat
2.) Pemahaman dan penghayatan bahwa untuk menuju perwujudan manusia seutuhnya empat dimensi kemanusiaan harus dikembangkan secara serempak dan optimal
3.) Pemahaman ddan penghayatan setiap orang dapat mengalami permasalahan dalam hidupnya dan dapat mengganggu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya
4.) Pemahaman dan penghayatan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan disatu sisi dan di sisi lain juga mempengaruhi timbulnya permasalahan
5.) Pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling mampu memberikan bantuan kepada orang-orang dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapinya
6.) Pemahaman dan penghayatan bahwa orang yang sedang mengalami masalah tidak dianggap sebagai orang yang terlibat tindak kriminal ataupun orang yang sakit. Tetapi dianggap sebagai orang yang normal dan sehat
7.) Pemahaman dan penghayatan bahwa perlu upaya pendalaman lebih lanjut demi mencapai pemahaman yang lengkap dan mantap berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
8.) Pemahaman dan penghayatan diperlukan tehnik dan strategi dalam mengatasi masalah yang dialami seseorang
9.) Pemahaman dan penghayatan bhawa dalam menangani permasalahan seseorang perlu melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur untuk secara efektif dan efisien mengatasi permasalahan.
Selanjutnya unsur-unsur kognitif tersebut diatas dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, seperti:
1.) memberi penghargaan dan penghormatan yan setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
2.) Konselor berupaya ikut mengembangkan empat dimensi kemanusiaan secara serasi dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya.
3.) Merasa prihatin dan menaruh simpai kepada orang-orang yang mengalami permasalahan
4.) Berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan permasalahan seseorang dengan cepat dan tepat
5.) Bersikap positif terhadap orang-orang yang mengalami masalah
6.) Bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang
7.) Mengembangkan wawasan, ide, strategi dan teknik serta menerapkannya dengan tepat
8.) Tidak menyelesaikan permasalahan seseorang sendirian saja, namun harus melibatkan pihak dan sumber yang dimungkinkan dapat memberi bantuan dalam penyelesaian seseorang
9.) Tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah kepada pihak lain yang lebih ahli
Kemudian pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan efeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap kasus dan upaya penanganannya. Perlakuan itu antara lain dapat berbentuk:
1) Menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab
2) Mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, baik mengenai sebab timbulnya permasalahan maupun akibatnya jika permasalahan tidak ditangani
3) Mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan
4) Melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsur jika diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah
5) Mengkaji upaya pemecahan masalah sampai seberapa jauh upaya tersebut menampakkan hasil.
Unsur kognisi, afeksi dan perlakuan setidaknya menjadi dasar penyikapan seseorang (konselor) terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dan hal itu menjadi wujud nyata dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling di samping itu kepribadian dan keahlian konselor juga ikut memberi kontribusi dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling
KESIMPULAN
Kasus adalah kesatuan kondisi yang mengindikasikan satu atau sejumlah masalah yang dialami oleh seorang individu. Masalah-masalah tersebut dapat berkenaan dengan keempat dimensi kemanusiaan kasus-kasus itu dihadapkan pada konselor agar permasalahan itu bisa diatasi dan individu terbebas dari permasalahan yang melilitnya.
Seorang konselor harus memiliki wawasan, pemahaman dan penyikapan terhadap kasus pada umumnya, serta pemahaman dan cara-cara penanganan masalah-masalah yang terkandung dalam setiap kasus.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang konselor dari sebuah kasus adalah bahwa kasus yang ditanganinya tidak ada kaitannya dengan perkara criminal ataupun perdata, dan konselor tidak menangani kasus-kasus berkenaan dengan keadaan sakit ataupun ketidaknormalan secara fisik, konselor juga tidak boleh memandang suatu kasus dari berat ringannya, tetapi kasus itu hendaknya ditangani secara professional dan bertanggung jawab.
Konselor harus memiliki wawasan yang luas tentang berbagai masalah yang terkandung dalam sebuah kasus. Wawasan itu tercakup konsep-konsep atau ide-ide tentang rincian setiap masalah serta kemungkinan sebab-sebab dan akibat-akibatnya sedapat mungkin dikuasai oleh konselor.
Konsep atau ide itu akan memberikan arahan awal untuk melakukan pendalaman masalah melalui berbagai cara, seperti wawancara langsung dengan individu penyandang kasus, analisis otobiografi, tingkah laku, perkembangan, kumpulan data, konferensi kasus.
Penjelajahan dan penanganan masalah dilakukan dengan mengaktifkan berbagai pihak dan sumber yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani. Penyikapan konselor terhadap setiap kasus yang ditangani konselor sejak awal menerima kasus sampai dengan selesainya penanganan kasus tersebut. Unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terkait langsung dengan penyikapan konselor terhadap suatu kasus.
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/13/pemecahan-study-kasus-bimbingan-dan-konseling/
Senin, 25 Juli 2011
BK pola 17 plus
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
- Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
- Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya.
- Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17
Program layanan bimbingan Konseling tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak didukung dengan profesionalismenya guru BK tersebut dalam melayani siswanya dengan terprogram secara efektif apabila kurang atau tidak didukung faktor lain, misalnya faktor pengalaman bekerja.
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif. Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing melaksanakan pola 17, antara lain:
- bidang bimbingan pribadi,
- bidang bimbingan sosial,
- bidang bimbingan belajar,
- bidang bimbingan karier.
Sedangkan tujuh layanan bimbingan dan konseling meliputi :
- layanan orientasi,
- layanan informasi,
- layanan penempatan dan pengukuran,
- layanan pembelajaran,
- layanan konseling perorangan,
- layanan bimbingan kelompok,
- konseling kelompok.
Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi:
- aplikasi instrumentasi,
- himpunan data dan studi kasus,
- kunjungan rumah, dan
- alih tangan kasus.
Jika pola 17 bimbingan konseling dapat dilaksanakan maksimal, terprogram, dan berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17 tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam pelajaran sehingga empat bidang bimbingan, delapan layanan, dan lima kegiatan pendukung dapat diberikan pada seluruh siswa dan bukan pada siswa yang bermasalah saja.
Kamis, 14 Juli 2011
Makna CInta
Berbicara mengenai cinta pasti kita tidak asing lagi karena kata-kata tersebut selalu terngiang-ngiang ditelinga kita, misalkan saja ketika kita mendengarkan radio, pasti ada lagu yang mendendangkan tentang cinta atau ketika kita baca buku atau novel, pasti kita lebih suka tema tentang percintaan dan itu adalah hal yang wajar karena pada usia puber inilah masa dimana seseorang mulai tertarik dengan lawan jenis dan hal itu selalu dikaitkan dengan cinta.
Pengertian cinta itu sendiri sulit dibedakan batasan ataupun pengertiannya, karena cinta merupakan salah satu bentuk emosi dan perasaan yang dimiliki individu. Dan sifatnyapun subyektif sehingga setiap individu akan mempunyai makna yang berbeda tergantung pada penghayatan serta pengalamannya.
Jenis-jenis Cinta
Jenis-Jenis Cinta menurut Kelly dalam buku kesehatan reproduksi remaja membagi cinta itu menjadi 3 jenis yaitu:
1. Cinta karena nafsu
Yaitu cinta yang mengakibatkan hubungan antar dua orang tidak terkontrol lagi, emosi sangat menguasai akal sehat seseorang sehingga perilaku seolah terjadi secara spontan untuk menjawab rangsangan emosi yang berlebihan
2. Cinta pragmatis
yaitu cinta terjadi keseimbangan antara dua orang, ada rasa suka dan duka, serta adanya timbal balik.
3. Cinta altruistik
biasanya terjadi pada seorang ibu kepada anaknya, cinta ini disertai kasih sayang yang tidak ada batasnya.
Cinta itu berada pada ranah emosional dan rasional. Cinta emosional ini datang dan pergi tanpa diprediksi,misalkan: aku mencintaimu pada pandangan pertama, meski aku tak bahagia bersamanya aku tetap mencintainya dll.
Ciri-ciri cinta emosional
- Adanya perasaan yang sangat kuat, normalnya diarahkan pada lawan jenis, dimana yang ada pada pikiran serta hati adalah bayangan kekasihnya
- Adanya egoisme, biasanya ada harapan-harapan bahwa kekasihnya adalah ideal yang ada dipikirannya dan merasa kecewa kalau kekasihnya berbeda dengan apa yang ia harapkan
- Cinta emosional mengandung unsur erotisme,yang biasanya ingin mengungkapkan rasa cintanya dengan berpegangan tangan, berpelukan dll. Sedangkan cinta rasional tidak didominasi oleh perasaan yang kuat tetapi lebih pada akal pikiran. Cinta rasional ini biasanya tidak peduli apakah perasaannya kepada seseorang yang dikuasai ini dibalas atau tidak, karena ciri utama dari cinta ini adalah memberi tanpa pamrih dan tanpa syarat.
Reaksi Psikologis Dan Fisiologis Pada Saat Muncul Cinta
Ketika orang lagi kasmaran, maka dalam tubuhnya akan memproduksi hormon Phenthylamine ( PEA), efeknya adalah terjadi peningkatan suhu tubuh, gula dan tekanan darah, denyut jantung akan lebih cepat dan berkeringat, orang tersebut juga menjadi penasaran, salah tingkah, bergairah (bersemangat), dan gembira.
Tanda- tanda Cinta
Cinta merupakan hal yang sangat subyektif, satu orang dengan orang lainnya akan memaknakan secara berbeda. Namun ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya perasaan cinta:
1. ada unsur keterkaitan dan kekagumanbiasanya cinta didahului oleh rasa ketertarikan dan kekaguman, baik itu karena penampilan fisik, sifat, kemampuan atau materi. Hal mana yang menjadikan seseorang itu tertarik tiap orang itu berbeda-bada.
2. teringat terus dalam ingatanperasaan cinta membuat bayangan tentang orang yang dicintainya selalu ada dalam ingatan.
3. adanya pengorbananperasaan cinta menimbulkan perasaan ingin berbuat apa saja yang dapat membahagiakan dan menyenangkan orang yang dicintai
4. adanya ketertarikan seksual
biasanya muncul rasa ingin selalu bertemu serta keinginan untuk bersentuhan secara fisik
Cinta Pada Pandangan Pertama
Cinta pada pandangan pertama ini baru pada tahap persona pada ketertarikan fisik saja. Cinta ini digolongkan dalam passionate love yang ditandai oleh rasa rindu yang hebat untuk bertemu. Ketertarikan pada pandangan pertama ini bisa berubah dan berkembang menjadi cinta, tapi harus diikuti oleh proses selanjutnya yaitu perkenalan dan penjajakan.
Beda Cinta Dan Sayang
Biasanya masyarakat membedakan cinta ini lebih pada lawan jenis (pacar atau suami), sementara sayang itu berlaku secara umum (orang tua, saudara)
Dampak Cinta Dalam Kehidupan Remaja
Cinta merupakan hal yang normal, bahkan remaja seringkali bertanya-tanya apakah dirinya normal. Cinta juga menambah keceriaan dalam kehidupan manusia dan penuh dengan nuansa emosi dan perasaan (benci, sedih, sayang, rindu, kesal dll).
Dampak cinta itu sendiri adalah:
- merubah perilaku yang progesif. Perasaan cinta kadang memotifasi seseorang untuk bertingkah laku lebih baik
- perubahan perilaku regresif yaitu perasaan yang selalu tergantung pada orang lain
- belajar mengenal dan menerima orang lain ( kelebihan dan kekurangan serta perbedaan yang ada)
- banyak berfantasi (melamun)
Cemburu
Cemburu biasanya diperlihatkan oleh seseorang pada saat seseorang merasa perhatian pasangannya beralih kepada yang lain. Cemburu biasanya merupakan tanda cinta bersyarat dan egoisme, tanda kurang percaya diri dan penghargaan diri.
Rujukan: TIM PKBI, Kesehatan Reproduksi Remaja PKBI. Yogyakarta
Jumat, 01 Juli 2011
Kenakalan remaja
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Faktor eksternal:
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Definisi kenakalan remaja menurut para ahli
- Kartono, ilmuwan sosiologiKenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
- Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
Jenis-jenis kenakalan remaja
- Penyalahgunaan narkoba
- Seks bebas
- Tawuran antara pelajar
Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:- Krisis identitasPerubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
- Kontrol diri yang lemahRemaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
- KeluargaPerceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
- Teman sebaya yang kurang baik
- Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
- Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
- Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
- Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
- Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
- Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Langganan:
Postingan (Atom)