Senin, 21 Juni 2010

putaran waktu

Alkisah, ada seorang pelajar di sebuah desa kecil, yang memiliki cita-cita sebagai pegawai pemerintah. Demi mewujudkan cita-citanya, dia berangkat ke ibu kota untuk menempuh ujian negara.

Di sela perjalanan yang jauh dan melelahkan, si pelajar berhenti sejenak melepas lelah. Tak lama ia pun terbawa dalam lamunan. Muncul perasaan was-was terhadap kemampuan dirinya dan sesaat kemudian dia membayangkan seandainya bisa diterima sebagai pegawai pemerintah. Di tengah asyiknya melamun, tiba-tiba seorang kakek berdiri di hadapannya menyapa: "Hai anak muda, engkau tampak bukan orang dari sini. Hendak ke mana?"

"Saya hendak ke ibu kota Kek, mengikuti ujian negara."

"Kakek perhatikan dari tadi, apa yang sedang kamu lamunkan?"

Mereka pun terlibatpembicaraan seru.

Setelah bertukar pikiran, tiba-tiba sang kakek mengeluarkan suatu benda dari sakunya. Lalu, iamemberikannya kepada si pelajar sambil berkata, "Mungkin ini yang kau perlukan, Nak!"

"Sebuah gasing? Bagaimana sebuah gasing dapat mewujudkan cita-cita saya, Kek?" tanya si pemuda keheranan.

Sang kakek menjawab, "Nak, ini adalah gasing waktu. Jika kamu memutar gasing ini ke kanan, maka kamu akan sampai pada saat dan keadaan yang seperti kamu inginkan." Setelah si pelajar menerima gasing,si kakek pun berlalu pergi.

Merasa aneh, si pelajar segera mencoba kebenaran ucapan sang kakek. Sambil membayangkan keberhasilan dirinya lulus ujian negara, ia memutar gasing ke kanan. Dan tiba-tiba, si pelajarmendapati dirinya berada di depan papan pengumuman ujian negara dan namanya tercantum pada pengumuman kelulusan. Ia sangat gembira. Namun kegembiraannya tidaklah bertahan lama. Muncul perasaan tidak sabar untuk segera bisa bekerja di pemerintahan. Maka ia pun kembali memutar gasingnya ke kanan dan dalam sekejap si pelajar sudah berada pada pekerjaannya di kantor pemerintahan.

Kenikmatan sebagai pegawai pemerintahan juga tidak bertahan lama. Timbul keinginan yang lebih, yaitu sebagai pejabat tinggi pemerintah. Maka segera dia pun kembali memutar gasingnya. Dan pada saat itu juga ia berada pada posisi yang diinginkannya.Kini, ia memutar gasing untuk mempercepat waktu dan menghindari kesulitan dalam mencapai cita-cita telah menjadi kebiasaan si pelajar.

gasing waktu

Secepat gasing berputar, si pelajar pun berubah menjadi tua dan menjelang ajal. Ada penyesalan dalam dirinya, "Betapa singkat dan hambarnya kehidupanku! Alangkah baiknya jika putaran gasing ini dapat mengembalikan aku pada masa lalu.."

Dalam kondisi putus asa sang pelajar memutar gasing ke arah yang berlawanan yaitu ke arah kiri. Dan tiba-tiba dia pun terbangun dari tidurnya! Eh, ternyata peristiwa semua tadi hanya mimpi belaka.

Sejenak, si pelajar merasa senang dan bersyukur bahwa semua itu cuma mimpi. Dia pun berjanji pada dirinya sendiri, akan tetap berusaha dan menikmati setiap proses perjuangan untuk mencapai apa yang menjadi cita-citanya.

Pembaca yang luar biasa,

Dalam meraih cita-cita, seringkali kita tidak sabar menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Kita bernafsu meraih kesuksesan atau kekayaan dengan cepat dan singkat. Memang seperti filosofi sukses saya, "Sukses adalah Hak Saya!" Akan tetapi, perlu diingat: untuk meraih setiap kesuksesan, kita harus siap bayar harga, siap berjerih payah, dan tidak melanggar hukum moral. Jangan takut pada halangan yang menghadang, siap berjuang dan keluar keringat! Karena sesungguhnya, kenikmatan kesuksesan justru berada pada nilai proses perjuangan yang kita lakukan.

Salam sukses, luar biasa!!

BUNUH DIRI ( SUICIDE )

BUNUH DIRI ( SUICIDE )


OLEH MAHASISWA BK UNSRI










FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Bunuh diri merujuk kepada perbuatan memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan sesuatu perkara yang dianggap tidak dapat ditangani. Fenomena bunuh diri tampaknya semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Ada anak SD yang bunuh diri hanya gara-gara seragam pramukanya masih basah, seorang anak TK yang menghabisi nyawanya karena habis dimarahi orang tuanya, atau seorang siswi yang karena malu diejek teman-temannya sebagai anak tukang bubur, nekat mengakhiri hidupnya. Belum lagi ada begitu banyak orang yang karena kesulitan ekonomi, diceraikan pasangan, mengambil suatu keputusan yang fatal: bunuh diri!
o Di antara semua tragedi tersebut, salah satu peristiwa yang cukup menggemparkan baru-baru ini adalah adanya tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang ibu, namun kepergiannya ke alam baka “turut mengajak serta” keempat anaknya yang masih belia dengan cara meracuni mereka.
Ada banyak sekali kejadian bunuh diri dan prilaku bunuh diri tersebut tidak sedikit yang hanya disebabkan oleh hal-hal yang sepeleh seperti karena uang yang tidak lebih dari Rp.3000;, karena ditinggal oleh pacar atau hanya karena kena marah oleh guru atau malu dengan teman. Hal-hal semacam itu bias menjadi penyebab seseorang memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Dari sedikit pemaparan tersebutlah penulis menulis makala tentang bunuh diri ini. Penulis ingin mengetahui secara lebih rinci lagi apa itu bunuh diri. Selain itu, penulisan makala ini juga dilakukan karena adanya tugas mata kuliah konseling krisis yang diberikan oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan.

I.2. Tujuan
Tujuan penulisan makala ini karena penulis ingin menambah pengetahuan serta wawasannya tentang prilaku bunuh diri serta hal-hal yang menyangkut prilaku bunuh diri tersebut.
Selain itu, penulisan makala juga dimaksudkan supaya penulis segabagai seorang calon konselor yang mempunyai kemungkin untuk menemukan kasus tentang bunuh diri, agar penulis bisa sedikit mempersiapkan diri jika kemungkinan itu muncur dikemudian hari.
I.3. Rumusan Masalah
Hal-hal yang akan dibahas dalam makala yang berjudul bunuh diri ini meliputi :
a. Apa definisi bunuh diri?
b. Mengapa orang melakukan tindakan bunuh diri?
c. Bagaimana cara mencega agar tindakan bunuh diri tidak terjadi?
d. Bagaimana peran keluarga dan masyarakat dalam meminimalisir tindakan bunuh diri?
e. Tipe-tipe bunuh diri
f. Apa yang harus kita lakukan jika orang yang dekat dengan kita ingin melakukan tindakan bunuh diri
g. Kapan, dimana dan berapa umur orang-orang yang berpotensi kuat untuk melakukan tindakan bunuh diri?
I.4. Manfaat
Makala ini bias dijadikan referensi bagi pembaca terutama mahasiswa program studi Bimbingan Konseling sebagai salah satu sumber untuk mempersiapkan diri jika dikemudian hari calon-calon konselor sekolah ini menemukan kasus tentang bunuh diri dilingkungannya.


BAB.II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Bunuh diri
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya. Bunuh diri, merupakan kematian yang disebabkan diri sendiri dan disengaja
Menurut Keliat (1994) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh diri merupakan tindakan merusak integrasi diri atau mengakhiri kehidupan, di mana keadaan ini didahului oleh respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Bunuh diri adalah pengambilan tindakan untuk melukai diri sendiri yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang. Orang yang melakukan tindakan bunuh diri mempunyai pikiran dan perilaku yang merupakan perwakilan (representing) dari kesungguhan untuk mati dan juga merupakan manifestasi kebingungan (ambivalence) pikiran tentang kematian (Hoeksema, 2001).
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat menyebutkan jika bunuh diri adalah kematian dengan cara melukai, meracuni, atau mencekik atau menenggelamkan diri (mati lemas) dan ada fakta-fakta yang menunjukkan hal tersebut (apakah jelas ataupun tidak jelas) di mana hal-hal tersebut menyebabkan penderitaan pada diri sendiri (self-inflicted) dan hal-hal tersebut secara sungguh-sungguh dilakukan untuk membunuh diri sendiri (Hoeksema, 2001).
Wilkinson (1989) membedakan antara bunuh diri dengan usaha bunuh diri. Wilkinson, menyebutkan jika bunuh diri merupakan tindakan merusak diri yang disengaja oleh seseorang yang menyadari apa yang dilakukannya dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Sementara usaha bunuh diri merupakan tindakan yang tidak fatal, paling sering melibatkan masalah dosis obat berlebihan (terutama obat pengubah suasana hati) tetapi dapat juga melibatkan berbagai jenis melukai diri sendiri. Hanya sekitar 10 % yang melakukan usaha bunuh diri secara serius bermaksud mengakhiri hidupnya. Bunuh diri dan usaha bunuh diri sendiri adalah dua hal yang saling tumpang tindih.
Para klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri asli (genuine suicide) dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulative suicide). Bunuh diri asli adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang benar-benar ingin mati dan tindakan yang dilakukan untuk merealisasikan bunuh dirinya tersebut, dilakukan tanpa perhitungan yang salah (miscalculation). Sementara orang yang melakukan bunuh diri yang dimanipulasi tidak sungguh-sungguh ingin membunuh dirinya, tindakan mereka (bunuh diri) adalah percobaan yang terkontrol, yang dilakukan untuk memanipulasi orang lain (Landis & Meyer., Shneidman., dalam Barlow & Durand, 2002 ).
Lyttle (1986) juga membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha bunuh diri (parasuicide). Lyttle menjelaskan bunuh diri (suicide) sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan yang mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri (parasuicide), biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted suicide).
Heeringen (2001) menyebutkan jika perilaku bunuh diri merupakan istilah yang digunakan untuk mewakili istilah bunuh diri itu sendiri dan usaha bunuh diri sebagai suatu perbuatan yang menghasilkan kejadian fatal maupun kejadian yang tidak fatal.
Wilkinson (1989) meski membedakan antara bunuh diri dengan usaha bunuh diri, dia juga mengakui jika bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah dua istilah dan perilaku yang saling tumpah tindih (over lap). Brown dan Vinokur (2003) menyebutkan jika ada hubungan atau keterkaitan antara ide bunuh diri dengan perilaku bunuh diri yang sukses. Dengan kata lain, ide bunuh diri merupakan hal yang mengawali terjadinya perilaku bunuh diri yang sukses. Istilah usaha bunuh diri sendiri digunakan untuk menggambarkan perilaku yang potensial dalam menyakiti diri sendiri dengan hasil yang tidak fatal, yang mana ada fakta (nyata maupun tidak nyata), yang menunjukkan jika individu mempunyai keinginan untuk (dengan tingkatan tertentu) membunuh dirinya.
1. Bunuh diri karena terpengaruh
Setiap tindakan bunuh diri memiliki efek tanda emosional pada semua yang terlibat. Keluarga orang tersebut, teman, dan dokter bisa merasa berasalah, malu, dan menyesal tidak melakukan pencegahan bunuh diri tersebut. mereka bisa juga merasa marah kepada orang tersebut. segera, mereka bisa menyadari bahwa mereka tidak dapat mencegah bunuh diri tersebut. kadangkala seorang konselor dukacita atau sebuah kelompok membantu-diri sendiri, seperti penyelamat bunuh diri, bisa membantu keluarga dan teman menghadapi perasaan bersalah dan dukacita mereka. Dokter perawatan utama atai pelayanan kesehatan mental sekitar (misal, pada negara atau tingkat negara) bisa seringkali membantu menolong menempatkan sumber-sumber ini. sebagai tambahan, organisasi nasional, seperti yayasan Amerika untuk pencegahan bunuh diri, seringkali memeliharan direktori pada kelompok pendukung sekitar. Sumber-seuber yang tersedia pada internet sebagai baik.
Efek upaya bunuh diri adalah serupa. meskipun begitu, anggota keluarga dan teman mengalami kesempatan untuk memecahkan perasaan mereka dengan bereaksi secara wajar terhadap tangisan seseorang untuk pertolongan.
2. Bunuh diri yang dibantu
Bunuh diri yang dibantu merujuk pada pertolongan yang diberikan kepada seseorang yang berharap untuk mengakhiri hidupnya oleh seorang dokter atau pemerhati kesehatan professional lainnya atau bahkan oleh anggota keluarga atau teman. Bunuh diri yang dibantu sangat controversial karena ini membalikkan tujuan umum dokter, yang mana untuk mempertahankan kehidupan. Bunuh diri yang dibantu adalah tidak sah di seluruh negara kecuali Oregon. Diseluruh Amerika, dokter bisa menyediakan pengobatan yang dimaksudkan untuk meminimalkan penderitaan fisik dan emosi, tetapi mereka tidak dapat secara khusus bermaksud untuk mempercepat kematian
II.2. Penyebab bunuh diri / Etiologi Bunuh Diri :
Secara etimologi dan terminologi, etiologi bermakna ilmu tentang penyebab terjadinya suatu penyakit. Anshari (1996) menyebutkan jika etiologi adalah penyebab utama suatu penyakit serta merupakan suatu penyelidikan mengenai hubungan sebab akibat dalam penyakit. Sementara etiologi menurut Sastrapradja (1981) adalah teori tentang sebab-sebab suatu penyakit. Jadi sangat jelas jika etiologi tidak ubahnya, jika menggunakan istilah yang lain, adalah faktor penyebab terjadinya suatu penyakit. Dalam lingkup penelitian ini, etiologi bunuh diri adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri. Etiologi adalah istilah yang digunakan untuk mewakili dua istilah yang lain, faktor penyebab dan faktor risiko, yang di beberapa literatur sering kali digunakan secara bergantian untuk menjelaskan maksud yang sama.
Ada berbagai macam penyebab seseorang melakukan bunuh diri dan usaha bunuh diri. Hanati (2003) mengatakan jika penyebab terjadinya bunuh diri sangat beragam dan sebagian besar perilaku tersebut dilatar belakangi ketidakmampuan ekonomi, namun faktor pencetusnya atau pemicunya bisa masalah keluarga, sakit, atau masalah dengan pasangan.
Secara garis besar, kegagalan, penyakit mental, dan keterasingan atau isolasi dalam masyarakat merupakan penyebab utama bunuh diri. Sementara kebanyakan orang yang melakukan usaha bunuh diri tidak menderita penyakit mental. Usaha bunuh diri biasanya merupakan tanggapan secara impulsif terhadap krisis sosial yang menimpa seseorang dan tujuan utamanya adalah untuk menyampaikan adanya suatu penderitaan (Wilkinson, 1989).
Aspek biologis, psikologis, dan sosial merupakan aspek-aspek yang tidak dapat dilepaskan dan terintegrasi secara dinamis dalam kaitannya dengan faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri. Bunuh diri adalah masalah yang kompleks dimana tidak ada satu sebab atau satu alasan yang mendasarinya. Tindakan Itu dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, Brown dan Vinokur (2003) menemukan jika individu yang tidak mempunyai pekerjaan dan kondisi kesehatannya sangat rendah atau sedang mengalami depresi mempunyai ide-ide bunuh diri yang tinggi.
Dari beberapa pengamatan, bunuh diri dilihat sebagai tindakan yang dipercaya hanya dilakukan oleh orang yang tidak waras “insane people” (dapat dimaknai sebagai orang-orang yang tidak realistis). Meski demikian, pikiran tentang bunuh diri tidaklah mengindikasikan orang tersebut kehilangan kontak dengan dunia nyata, mempunyai konflik yang tidak disadari, atau mengalami gangguan kepribadian.
Mayoritas tindakan bunuh diri dihubungkan dengan mood disorder (Beck & Sterr, dalam Nevid., dkk., 1997). Pikiran-pikran tentang mati, termasuk upaya bunuh diri dapat saja terjadi pada individu dengan gangguan mood (Davidoff, 1991). Bahkan depresi (gangguan mood) merupakan penyebab utama tindakan bunuh diri (Hawari, 1996). 2003). Bunuh diri atau usaha bunuh diri juga dihubungkan dengan gangguan-gangguan psikologis yang lain seperti alkoholik, ketergantungan obat, skizoprenia, panic disorder, dan gangguan kepribadian borderline (Fawcett, dkk., Lesage, dkk., dalam Nevid., dkk., 1997). Hampir 90 % individu yang melakukan bunuh diri didiagnosa mengalami gangguan psikologis dan yang paling utama adalah depresi, skizoprenia, dan ketergantungan serta penyalahgunaan alkohol (Duberstein & Conwell, dalam Halgin & Whitbourne). Dalam banyak kasus bunuh diri, stres juga mempunyai peran yang penting atau dengan kata lain stres bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri.
Durkheim (dalam Meyer & Salmon, 1998) menyebutkan jika perubahan sosial yang sangat cepat, kehilangan keterikatan dalam suatu kelompok, perasaan terasing atau teralienisasi (seperti halnya stockbrokers pada depresi tingkat tinggi), depresi, dan banyak lagi adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri. Brown dan Vinokur (2003) menyebutkan jika depresi, penyakit fisik, masalah keuangan dan kehilangan pekerjaan, serta isolasi sosial adalah beberapa faktor risiko terjadinya bunuh diri.
Shneidman (dalam Nevid., dkk., 1997) menjelaskan faktor-faktor yang berisiko untuk menimbulkan atau menyebabkan perilaku bunuh diri sebagai berikut:
• Riwayat keluarga
Jika anggota keluarga mempunyai keinginan bunuh diri, maka akan ada peningkatan risiko anggota keluarga lain untuk melakukan hal yang sama (Ketty., Malone., dkk, dalam Nevid., dkk., 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Mortensen., dkk (2002) menemukan jika riwayat keluarga orang-orang yang sukses melakukan bunuh diri dan gangguan mental merupakan faktor-faktor yang secara signifikan dan terpisah meningkatkan risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri. Hal ini dapat dimengerti, karena kebanyakan orang yang bunuh diri adalah orang-orang yang depresi, dan depresi tersebut diperoleh dari keluarga mereka (kondisi keluarga mereka).
• Neurobiology
Fakta-fakta yang ada menunjukkan jika rendahnya tingkat serotonin pada otak manusia, berpengaruh terhadap kecenderungan seseorang untuk melakukan bunuh diri dan percobaan bunuh diri (Stanley., dkk, dalam, Nevid., dkk., 1997). Banyak penelitian menemukan adanya keterkaitan antara bunuh diri dengan rendahnya tingkat serotonin (Mann & Arango, dalam Hoeksema, 2001). Bunuh diri, sangat berhubungan dengan gejala-gejala depresi, dan fakta-fakta yang ada menyebutkan jika depresi dihubungkan dengan penurunan kadar serotonin individu (Purselle & Nemeroff, 2002). Individu yang pernah mencoba bunuh diri (suicide attemptter) dengan tingkat serotonin yang rendah, sepuluh kali lebih besar peluangnya untuk mengulang perbuatannya (bunuh diri) dibandingkan dengan individu dengan tingkat serotonin yang tinggi (Roy, dalam Hoeksema 2001). Rendahnya serotonin akan menimbulkan impulsifitas, ketidakstabilan, dan kecenderungan bertindak secara berlebihan dalam situasi tertentu (Spoont, dalam Nevid., dkk., 1997). Sangat memungkinkan bila rendahnya jumlah serotonin memberikan kontribusi kepada seseorang untuk berprilaku impulsif, salah satunya perilaku bunuh diri.
• Adanya gangguan psikologis
Lebih dari 90 % orang-orang yang bunuh diri, menderita atau mengalami gangguan psikologis. (Black & Winokur., Brent & Kolko., Conwel., Dkk., Garland & Zigler., Orbach., dalam Nevid., dkk., 1997). Bunuh diri sering kali diasosiasikan dengan gangguan mood. Paling kurang, 15 % individu dengan depresi, sukses melakukan bunuh diri (Mental Helath. Net). Lebih dari 60 % kasus bunuh diri (75 % bunuh diri pada remaja) diasosiasikan dengan adanya gangguan mood. Lebih lanjut, meskipun ditemukan jika depresi dan bunuh diri sangatlah terikat erat satu sama lainnya, namun depresi dan bunuh diri masih berdiri sendiri.
Kebanyakan, perasaan terisolasi dan kehilangan harapan (bagian dari depresi) adalah hal yang sangat bisa menyebabkan terjadinya bunuh diri atau usaha bunuh diri. Alkohol dan penyalahgunaan obat memberikan kontribusi sebesar 25 sampai 50 % terhadap bunuh diri atau usaha bunuh diri (Frances., dkk, dalam Nevid., dkk., 1997). Gangguan kepribadian borderline juga berpotensi menyebabkan seseorang untuk bunuh diri. Selanjutnya, kombinasi antara gangguan kepribadian borderline dengan depresi akan semakin meningkatkan risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri atau usaha bunuh diri.
• Stres yang menyertai setiap rentang kehidupan
Kemungkinan, faktor risiko bunuh diri yang terbesar adalah adanya kejadian-kejadian yang memalukan yang menyebabkan stres berat, kegagalan (nyata atau tidak) di sekolah atau kantor, atau penolakan dari seseorang yang dicintai (Blumenthal., Brent., dkk., Trautment., dkk., Joiner & Ruud, dalam Nevid., dkk., 1997). Stres yang menyertai rentang kehidupan adalah salah satu variasi yang memberikan kontribusi terhadap meningkatnya perilaku bunuh diri (Cohen-Sandler dkk., Isometsa dkk., Statham dkk., dalam Hoeksema, 2001). Kekerasan seksual dan fisik juga merupakan sumber stres yang signifikan. Fakta terbaru menyebutkan jika stres meningkatkan risiko bunuh diri dan usaha bunuh diri (Krug., dkk., dalam Hoeksema 2001).
Keliat (1994) memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri sebagai berikut :
a. Kegagalan untuk adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
Sementara Cook dan Fontain (dalam Keliat, 1994) menerangkan penyebab bunuh diri berdasarkan golongan umur. Namun dia tidak merinci rentang usia untuk masing-masing kategori. Cook dan Fontain menyebutkan bahwa penyebab bunuh diri sebagai berikut :
1. Penyebab bunuh diri pada anak (Hafen & Frandsen)
• Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
• Situasi keluarga yang kacau
• Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
• Gagal sekolah
• Takut atau dihina di sekolah
• Kehilangan orang yang dicintai
• Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja (Hafen & Frandsen)
• Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
• Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
• Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
• Perasaan tidak dimengerti orang lain
• Kehilangan orang yang dicintai
• Keadaan fisik
• Masalah dengan orang tua
• Masalah seksual
• Depresi


3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa (Hendlin)
• Self-ideal terlalu tinggi
• Cemas akan tugas akademik yang banyak
• Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua
• Kompetisi untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada lanjut usia (Hendlin)
• Perubahan situasi dari mandiri keketergantungan
• Penyakit yang menurunkan kemampuan fungsi
• Perasaan tidak berarti di masyarakat
• Kesepian dan isolasi social
• Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
• Sumber hidup berkurang
Hoeksema (2001) memaparkan beberapa faktor yang mempunyai keterkaitan erat dengan meningkatnya risiko bunuh diri pada anak-anak dan remaja. Faktor risiko yang akan dipaparkan berikut ini adalah berdasarkan studi yang dilakukan di Amerika Serikat. Berikut pemaparannya :
1. Gender. Anak wanita tiga kali lebih besar percobaan untuk bunuh dirinya dibandingkan dengan anak laki-laki. Namun anak laki-laki, biasanya lebih besar tingkat kesuksesannya dalam melakukan bunuh diri. Kemungkinan hal ini karena anak laki-laki menggunakan alat-alat bunuh diri yang lebih berbahaya dari perempuan, seperti pistol. Brody (dalam Hoeksema, 2001) menyebutkan jika pistol merupakan media atau alat yang paling tinggi tingkat kesuksesannya dalam mendukung bunuh diri pada anak-anak, bahkan saat anak tersebut masih berusia 5 tahun.
2. Usia. Orang-orang muda yang berada pada fase remaja akhir atau dewasa awal (usia 15-24 tahun) lebih berisiko untuk melakukan bunuh diri.
3. Kondisi geografis. Remaja yang berada di lokasi dengan tingkat populasi yang rendah, mempunyai keinginan untuk melakukan bunuh diri. Remaja yang berada di pedesaan wilayah barat Amerika serikat mempunyai tingkat bunuh diri yang tinggi.
4. Ras. Remaja berkulit putih mempunyai keinginan untuk bunuh diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja berkulit hitam. Sementara frekuensi bunuh diri pada remaja laki-laki berkulit hitam meningkat dengan sangat pesat. (Hicks., dkk., dalam Hoeksema, 2001).
5. Depresi dan kehilangan harapan. Depresi dan kehilangan harapan, terlebih lagi jika keduanya terkombinasikan dengan self-esteem yang rendah, adalah faktor risiko dalam melakukan bunuh diri yang paling utama pada remaja dan juga pada orang dewasa.
6. Adanya hal-hal yang mendahului perilaku bunuh diri. Seperempat dari remaja melakukan percobaan bunuh diri secara berulang-ulang. Lebih dari 80 % remaja menceritakan jika mereka akan bunuh diri sebelum mereka melakukan hal tersebut. Remaja yang akan bunuh diri, membawa senjata berbahaya, berbicara mengenai kematian, membuat rencana-rencana bunuh diri, atau melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya dan berisiko.
7. Hubungan keluarga yang tegang atau tidak nyaman. Masalah dalam keluarga, memberikan sumbangsih sebesar 75 % terhadap adanya percobaan bunuh diri. Masalah termasuk di dalamnya ketidakstabilan dan konflik keluarga (Asarnow., dkk., dalam Hoeksema, 2001). Orang tua yang bertindak dengan kekerasan (abuse), membiarkan (neglect), menolak (rejection) dan ketidakkonsistenan adalah hal-hal yang dimaksudkan.
8. Stres. Banyak kasus bunuh diri pada remaja secara langsung diakibatkan karena adanya kondisi-kondisi traumatis yang mengawali, yang menghasilkan stres yang berat atau luar biasa atau kecemasan. Stres berperan sangat besar terhadap terjadinya bunuh diri atau usaha bunuh diri pada remaja (Halgin & Whitbourne, 2003). Misalnya saja kerusakan hubungan dengan pacar, kehamilan yang tidak diinginkan, memasuki sekolah yang baru, atau sedang menghadapi ujian. (Brody dalam Hoeksema, 2001).
9. Kekerasan. Kekerasan yang sangat banyak, yang terjadi di dalam keluarga para remaja. Atau bisa juga kekerasan yang dilakukan oleh remaja itu sendiri.
10. Pengaruh buruk lingkungan social. Para remaja biasanya menganggap bunuh diri sebagai tindakan heroik yang menantang. Remaja yang berpotensi bunuh diri kadang-kadang adalah bagian dan peran serta dari kelompok-kelompok sosial, perilaku bunuh diri akan semakin besar terlihat ketika mereka atau kelompok mereka terpublikasikan. (Kessler.,dkk., Phillips & Carstensen, dalam Hoeksema, 2001).
Lyttle (1986) menjelaskan secara terpisah dan jelas antara faktor risiko yang memberikan kontribusi positif terhadap bunuh diri dengan faktor risiko yang memberikan kontribusi negatif terhadap bunuh diri. Kontribusi positif dalam hal ini adalah faktor-faktor yang mempunyai potensi untuk meningkatkan risiko seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri, sementara kontribusi negatif adalah faktor-faktor yang berpotensi untuk mengurangi risiko seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Berikut pemaparannya :
1. Faktor risiko yang memberikan kontribusi positif terhadap bunuh diri (meningkatkan risiko)
• Laki-laki
• Umur yang bertambah
• Duda
• Tidak mempunyai pasangan
• Kehilangan masa kanak-kanak
• Tinggal di daerah urban (Khususnya mereka yang tinggal di zona transisi)
• Standar Kehidupan yang tinggi
• Krisis Ekonomi
• Mengkonsumsi alkohol pada tingkat pertengahan
• Menggunakan obat-obat terlarang
• Tidak mempunyai pekerjaan
• Keluarga yang tidak kondusif
• Gangguan mental atau menderita penyakit-penyakit fisik yang kronis
2. Faktor risiko yang memberikan kontribusi negatif terhadap bunuh diri (mengurangi risiko)
• Wanita
• Kepadatan populasi yang rendah
• Bekerja di pedalaman
• Keterikatan secara agama yang kuat, di mana individu bisa mengenali dan mengetahui dari mana dia bisa mendapatkan dukungan sosial.
• Kondisi pernikahan yang kondusif
• Anak dengan jumlah yang besar
• Ada keanggotaan dalam kelas sosial-ekonomi yang rendah
• Perang-ada hubungan timbal balik antara bunuh diri dengan pembunuhan.
Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan :
1. Dilanda keputusasaan dan depresi
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu
1. Egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),
2. Altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan
3. Anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).
Menurut Norman Wright, seorang psikolog, 10 persen orang yang bunuh diri melakukannya dengan alasan yang tidak jelas. Sebanyak 25 persen digolongkan sebagai orang-orang yang menderita ketidakstabilan mental. Sebanyak 40 persennya lagi melakukan bunuh diri menurut kata hati ketika mengalami gangguan emosi. Ketika stres begitu hebat menguasai mereka, saat itulah mereka memutuskan untuk bunuh diri.
Selain itu, ada juga orang yang bunuh diri agar terlepas dari penderitaan. Orang yang tidak mampu menahan penderitaan dan sakit kronis adalah calon-calon pelaku bunuh diri. Ada juga yang bunuh diri untuk balas dendam, misalnya bagi remaja yang merasa sakit hati akibat penolakan dari orang tua atau kekasihnya. Bunuh diri adalah salah satu cara membalasnya, agar orang yang telah menyakitinya merasa bersalah
II.3. Ciri-ciri orang yang akan bunuh diri
Tanda-tanda secara fisik dan prilaku dari calon korban bunuh diri yang menandakan bahwa ia adalah seorang pribadi yang lemah, gampang frustasi, dan kehilangan gairah hidup.


a. Tanda-tanda emosi berupa :
Mendadak marah, melamun, mudah tersinggung, malu, apatis, menilai diri rendah, merasa bersalah, frustasi, murung dan sangat bersusah hati. Dia adalah orang yang sangat bersusah hati, gampang kecewa, pasif, nggak punya banyak pengalaman hidup yang menantang, sering putus asa dan merasakan sakit kepala, terlihat sedih sepanjang hari, memiliki kepahitan, sangat sensitif dan mudah jenuh.
b. Tanda-tanda berupa perilaku :
Ceroboh, suka mengambil resiko, kondisi makan kacau, menyakiti diri sendiri, kehilangan minat pada sekolah, olah raga, hobi dan aktifitas sosial. Sering mengalami kecelakaan, dan suka mabuk-mabukan serta memakai obat-obatan terlarang. Pernah mengompol saat tidur, kejam, sering menyiksa binatang, jorok, merokok berkepanjangan, menutup diri dari masyarakat, mulai mempelajari dan sering membicarakan bahwa dia pengen bunuh diri dan suka melarikan diri.
c. Tanda-tanda berupa kondisi :
Pelecehan secara fisik dan seksual, sering melihat teman yang bunuh diri, orang tua bercerai, sering mengalami kekejaman/ tindakan kekerasan dalam keluarga, ada pihak keluarga yang pernah bunuh diri, putus cinta, mendengarkan musik tentang bunuh diri, terus menerus pindah sekolah, punya masalah kesehatan pribadi, cacat tubuh dan pernah dikeluarkan dari sekolah.
• Waspadailah orang yang sering ngomong kalo dirinya ingin bunuh diri
• Orang yang sedikit-sedikit pergi ke dokter, padahal ia tidak sakit, bahkan hanya sakit flu biasa aja, itu menandakan bahwa dirinya sedang bimbang dan takut.
• Orang yang bunuh diri bukan hanya orang yang sakit jiwa, tapi bisa juga orang normal yang terkesan baik-baik aja, tapi dia mempunyai masalah berat yang harus ditanggungnya. Selidikilah seorang teman yang secara tiba-tiba menjadi diam setelah ia menanggung beban yang berat.
• Jika ada orang yang seringkali mengunggapkan pengen mati dan melakukan percobaan tindakan bunuh diri, jangan dibiarkan aja ato hanya sekedar dinasehati saja. Tapi bawalah ia ke psikiater ato ahli jiwa, pakar kerohanian/ konseling remaja dan para profesional lainnya yang memang khusus menangani hal ini.
• Tetap pantau remaja yang setelah pulih dari konseling/ pementoran bunuh diri, apabila reaksinya sangat gembira setelah depresi, jangan-jangan beberapa bulan kemudian dia malah bunuh diri. Karna luapan kegembiraannya itu untuk menutupi kegelisahannya dan sebagai performance bahwa dia senang bisa konseling. Namun itu nggak berlangsung lama. Ketika ia menemui masalah baru lagi yang lebih berat, jiwanya akan terancam kembali. Orang seperti ini butuh konseling dan pementoran dalam waktu yang lama.
Berikut ini juga ada kuesioner untuk mendeteksi "potensi bunuh diri" seseorang bunuh diri :
1. Masa depan saya bahagia [ ya / tidak ]
2. Akhir-akhir ini saya sulit tidur [ ya / tidak ]
3. Saya patut dipermasalahkan untuk semua masalah saya ya tidak [ ya / tidak ]
4. Waktu sakit, dokter memberi saya obat penenang ya tidak [ ya / tidak ]
5. Kadang-kadang, saya benar-benar takut [ ya / tidak ]
6. Saya takut kalo tidak bisa mengendalikan diri [ ya / tidak ]
7. Akhir-akhir ini, saya enggan melakukan aktivitas rutin [ ya / tidak ]
8. Saya suka mabuk-mabukan [ ya / tidak ]
9. Dalam 2 tahun terakhir ini, saya sudah pindah tempat minimal 2 kali [ya / tidak]
10. Ada seseorang yang kesejahteraannya harus saya tanggung [ ya / tidak ]
11. Pada umumnya, saya merasa benar-benar tidak berharga [ ya / tidak ]
12. Saya sering minum minuman keras di pagi hari [ ya / tidak ]
Hasilnya, orang-orang yang cenderung bunuh diri menghasilkan pola jawaban seperti ini :
1. Tidak. 2. Ya. 3. Ya. 4. Ya. 5. Ya. 6. Ya
7. Ya. 8. Ya. 9. Ya. 10. Tidak. 11. Ya. 12. Ya
II.4. Cara Mencegah Agar Orang Tidak Jadi Bunuh Diri
Jangan tinggalkan mereka seorang diri, jauhkan dari benda-benda berbahaya, dan usahakan untuk meminimalkan konflik
• Upaya pencegahan pada tingkat keluarga :
Lingkungan keluarga merupakan suatu tempat di mana anak berinteraksi social dengan orangtua yang paling lama sehingga upaya pencegahan yang utama difokuskan pada keluarga kemudian sekolah. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas bapak, ibu, anak dan lain-lain (kakek, nenek, dan sebagainya) yang hidup di bawah satu atap dan saling berhubungan. Masing-masing komponen keluarga harus menjalankan peran, fungsi dan tugasnya dengan rasa tanggungjawab, saling meng- tidak bersikap egois (maunya menang sendiri). Orangtua sedini mungkin harus membekali anak-anaknya ilmu agama sehingga dapat mengetahui ajaran agama secara benar. Bimbingan nilai-nilai agama dan pemberian tauladan berperilaku yang baik sangat perlu bagi anak-anak khususnya pada usia balita, prasekolah dan usia sekolah. Orangtua perlu mengenalkan secara bijaksana sesuai dengan umur anak, bahwa bunuh diri dalam agama (Islam) adalah hal yang dilarang dan berdosa besar. Keluarga yang kedua orangtuanya sibuk bekerja, pola asuh kepada anak yang dilakukan oleh penggantinya seperti kakek, nenek, baby sitter dan pembantu rumah tangga jangan sampai keluar dari rel norma agama, moral dan perilaku yang benar.
Komunikasi dalam keluarga harus dilakukan secara hangat, harmonis dan kontinu. Komunikasi sangat penting terutama pada keluarga yang bekerja diluar kota/daerah sehingga tidak dapat berkumpul setiap hari dengan anggota keluarga. Hal ini sangat penting untuk menghindari miskomunikasi dan rasa saling curiga. Pihak orangtua harus meningkatkan fungsinya dalam hal fungsi asih, asuh dan asah serta mau dan mampu meluangkan waktunya untuk anak-anak sehingga akan terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis akan membuat anak memiliki mekanisme koping yang positif dan mampu mengatasi masalah secara adaptif. Anak tidak akan sungkan dan tidak akan takut untuk bercerita, berkeluh dan meminta pemecahan masalah kepada orangtuanya. Keluarga juga harus menjalankan tugasnya dalam bidang kesehatan seperti mengenal gangguan perkembangan dan gangguan kesehatan setiap anggotanya. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan kepada yang sakit, cacat atau usia yang terlalu muda, mempertahankan suasana rumah yang harmonis dan menguntungkan untuk perkembangan kepribadian anggota keluarga, memanfaatkan dan mempertahankan hubungan baik dengan unit pelayanan kesehatan yang ada. Di sisi lain, Pemerintah juga mengeluarkan produk hukum sebagai upaya preventif, yaitu UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dengan UU ini diharapkan dapat menekan angka kekerasan kepada anak dan anggota keluarga lainnya. Tindakan kekerasan pada anak dan anggota keluarga lainnya merupakan salah satu faktor penyebab bunuh diri pada anak dan remaja. Upaya pencegahan juga harus dilakukan di institusi pendidikan (sekolah). Para guru dan pengelola sekolah lainnya dalam memberikan proses pembelajaran dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat merasa rasa aman dan nyaman. Proses pembelajaran dan sikap para guru jangan sampai membuat anak merasa takut, cemas, malu dan lain-lain yang mampu mempengaruhi psikologis anak secara negatif dan bertindak maladaptive

• Upaya pencegahan pada tingkat masyarakat
Masyarakat dapat memberikan perhatian, bimbingan dan bantuan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang atau keluarga. Masyarakat jangan menjauhi, mengisolasi, mengejek atau mencela karena hal ini akan menambah stressor yang dirasakan tambah berat. Kelompok-kelompok yang ada di masyarakat seperti kelompok ibuibu PKK, Posyandu, Dasa Wisma, Paguyuban Pengajian dan lain-lain harus berperan serta memberikan support mental secara bermakna. Sedangkan nilai budaya yang dipercaya di suatu masyarakat yang sebenarnya salah, terkait dengan bunuh diri, dapat dihilangkan secara perlahan-lahan. Tentu seiring dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan keluarga dan masyarakat serta meningkatnya pemahaman dan keyakinan seseorang pada ajaran agama secara benar. Dukungan dari masyarakat sangat berarti dalam upaya menekan tingginya kasus bunuh diri. Lingkungan masyarakat harus diciptakan agar sehat, agamis, bersahabat, damai dan nyaman sehingga anggota masyarakat betah bertempat tinggal di tempat tersebut.
II.5. Cara Kita Menangani Orang Yang Cenderung Untuk Melakukan Bunuh Diri
• Jangan mengkritiknya, carikan konseling
Misal neh, kamu ketemu orang yang sukanya murung, mengasihani diri sendiri, udah mulai menyakiti diri sendiri dengan cara percobaan bunuh diri. Orang seperti ini jangan tambah dikritik, tapi jadilah pendengar yang baik. Jangan memberikan nasehat apapun yang bisa membuatnya menjadi lebih tertekan. Tapi, carikanlah dia sebuah lembaga konseling yang emang menangani orang-orang seperti ini. Serahkan saja pada ahlinya.
• Tetap tenang & bersikap positif
Ada seorang bapak yang marah-marah ketika melihat anak remaja putrinya menelan sebotol pil obat tidur. Tapi kemarahan dan prilaku negatif sang bapak ini malah justru mendorong anak tersebut untuk menelan pil-pil dalam botol itu semuanya. Meski tuh anak nggak jadi menemui ajalnya, tapi apa yang ia lakukan tuh menggambarkan isyarat bunuh diri.
Tujuan isyarat ini untuk menekankan adanya luapan emosi. Mereka yang memberi isyarat bunuh diri ini sebenarnya sebenernya sedang menekankan betapa dalamnya penderitaan dan masalah mereka. Jikalau kita menemui isyarat seperti ini, tetaplah tenang, jangan bertindak negatif, tapi carilah pertolongan para ahli.
• Berikan pelukan
Kalo kamu punya teman yang cenderung melakukan tindakan bunuh diri, sering-seringlah mengunjunginya dan jadi pendengar yang baik. Pantaulah stabilitas emosionalnya. Sering-seringlah melakukan kontak fisik seperti, mengusap rambutnya saat berbicara dengannya, memeluknya, mencium keningnya dan katakan bahwa kamu bisa jadi sahabat yang baik dan selalu ada di sampingnya (dalam tanda kutip, lakukan tindakan ini dengan sahabat sesama jenis). Hangatnya pelukan ternyata bisa menenangkan seseorang yang merasa tidak dikasihi.
• Hindari perdebatan
Ketika kalian melihat seorang teman yang selalu melakukan tindakan untuk bunuh diri, janganlah membuat suatu perdebatan yang seolah-olah itu bisa menyadarkannya. Seperti pertanyaan, "Kalo bunuh diri apakah bisa masuk surga?" Janganlah memberikan sebuah pertanyaan diskusi rohani yang harus dilakukan untuk menyadarkannya. Terimalah saja keadaannya. Dia hanya butuh perhatian, itu saja!
• Singkirkan segala sarana bunuh diri
Jika kamu tahu bahwa temenmu itu menyimpan sejumlah sarana bunuh diri seperti obat tidur, obat serangga, pisau, dll. Bertindaklah cerdik untuk menyingkirkannya, saat dia tidak ada. Jangan menyingkirkan benda-benda tersebut saat mereka ada.
Tapi ketika kalian menjumpai seorang teman yang mengancam ingin bunuh diri di depanmu, dengan tangan yang siap membawa suatu sarana untuk bunuh diri. Kamu harus meminta benda tersebut dari tangannya, bukannya berusaha menjatuhkan ato merebut darinya. Jangan panik, tenanglah, dan kendalikan situasi.
• Berdoa
Selain sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Tuhan, doa dapat memberikan pandangan yang tepat. Doa bisa menenangkan hati orang-orang yang ingin bunuh diri dan membawa mereka kepada Tuhan.
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.
Bagaimana Menolongnya?
Jika Anda menemukan orang-orang di sekitar Anda yang pernah menyatakan ingin melakukan tindakan bunuh diri, baik secara langsung maupun tidak langsung, jangan anggap remeh hal tersebut. Adakan hubungan, pelihara kontak dengan orang tersebut, jalin hubungan yang simpatik, dan dapatkan informasi lebih jauh. Bersikaplah penuh empati, mau mendengarkan dengan hati, dan ikut memahami perasaannya.
Mengapa?
Sebab orang mengatakan ingin bunuh diri sebenarnya sedang mengomunikasikan sesuatu kepada kita: cry for help (jeritan butuh pertolongan & perhatian). Oleh karena itu, patutlah kita ingat bahwa jangan bersikap sebagai seorang moralis atau seorang hakim yang siap untuk “memvonis” niat mereka tersebut sebagai dosa, tidak bermoral, dan sebagainya.
Mengapa?
Sebab para pelaku bunuh diri pada umumnya sudah mengalami perubahan dalam cara berpikir, terutama bagi mereka yang mengalami depresi, sehingga kata-kata vonis yang diucapkan kepada mereka dianggap sebagai sesuatu yang pantas mereka terima, yang pada akhirnya akan membuat keputusan untuk bunuh diri sebagai sesuatu yang harus dilakukan (Norman Wright).
II.6. Tipe-tipe Bunuh Diri
Shneidman (dalam Barlow dan Durand, 2002) membedakan bunuh diri berdasarkan individunya ke dalam empat tipe. Berikut empat tipe bunuh diri menurut Shneidman :
a. Pencari Kematian (Death Seekers). Individu-individu yang termasuk dalam tipe ini adalah individu yang secara jelas dan tegas mencari dan menginginkan untuk mengakhiri kehidupannya. Kesungguhan mereka untuk melakukan tindakan bunuh diri, sudah hadir dalam jangka waktu yang lama, mereka telah menyiapkan segala sesuatunya untuk kematian mereka. Mereka telah memberikan barang-barang milik mereka kepada orang lain, menuliskan keinginan mereka, membeli sepucuk pistol, lalu segera bunuh diri. Selanjutnya, kesungguhan mereka akan berkurang, dan jika mereka gagal melakukan bunuh diri, mereka kemudian menjadi ragu atau kebingungan (ambivalent) dalam memutuskan untuk mati.
b. Inisiator Kematian (Death Initiators). Inisiator-inisiator mati juga mempunyai keinginan yang jelas untuk mati, tetapi mereka percaya jika kematian mau tidak mau akan segera mereka rasakan. Individu yang menderita penyakit serius tergolong ke dalam tipe ini. Sebagai contoh, beberapa penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus), sebelum mereka mendapatkan perawatan, baik itu perawatan medis atau bukan, terlebih dahulu memutuskan untuk bunuh diri. Hal ini mereka lakukan dengan pertimbangan bahwa mati lebih baik dari pada harus menghadapi penyakit mereka yang mau tidak mau akan bertambah parah dan kemungkinan berubah menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
c. Pengabai Kematian (Death Ignorers). Bersungguh-sungguh untuk mengakhiri kehidupannya, tapi mereka tidak percaya jika keinginan tersebut merupakan akhir dari keberadaan (existence) dirinya. Mereka meyakini bahwa mati merupakan awal dari kehidupan mereka yang baru dan lebih baik. Kelompok-kelompok keagamaan tertentu termasuk ke dalam kategori ini. Sebagai contoh, pada tahun 1997, 39 orang anggota Heaven’s Gate cult melakukan bunuh diri massal.
d. Penantang Kematian (Death Darers). Ragu-ragu (Ambivalent) dalam memandang kematian, dan mereka bertindak jika kesempatan untuk mati bertambah besar. Tetapi hal tersebut, bukanlah suatu jaminan jika mereka akan mati. Orang-orang yang menelan segenggam obat atau pil tanpa mengetahui seberapa berbahaya obat atau pil tersebut, kemudian memanggil seorang teman, tergolong ke dalam tipe ini. Anak-anak muda yang secara acak memasukkan sebuah peluru ke dalam pistol, kemudian mengarahkan ke kepala mereka juga termasuk ke dalam tipe ini. Orang-orang yang termasuk Death Darers, adalah orang-orang yang membutuhkan perhatian atau membuat seseorang atau orang lain merasa bersalah. Dan hal tersebut, melebihi keinginan mereka untuk mati.
Menurut Durkheim (dalam Lyttle, 1986 & Nevid., dkk., 1997) yang konsern mengkaji bunuh diri dengan menggunakan perspektif sosiologi, menyebutkan jika bunuh diri terdiri atas beberapa prinsip tipe. Beberapa prinsip tipe tersebut adalah:
a. Anomic Suicide. Kondisi ketidaknormalan individu berada pada posisi yang sangat rendah, individu adalah orang yang terkatung-katung secara sosial. Anomic suicide adalah hasil dari adanya gangguan yang nyata. Sebagai contoh, seseorang yang tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya yang berharga kemudian melakukan tindakan bunuh diri termasuk ke dalam tipe ini. Anomie disebut juga kehilangan perasaan dan menjadi kebingungan.
b. Egoistic Suicide. Kekurangan keterikatan dengan komunitas sosial atau masyarakat, atau dengan kata lain individu kehilangan dukungan dari lingkungan sosialnya atau masyarakat. Sebagai contoh, orang-orang yang sudah lanjut usia (elderly) yang membunuh diri mereka sendiri setelah kehilangan kontak atau sentuhan dari teman atau keluarganya bisa dimasukkan ke dalam kategori ini.
c. Altruistic Suicide. Pengorbanan diri (self-sacrifice) sebagai bentuk peran serta sosial dan untuk mendapatkan penghargaan dari masyarakat, sebagai contoh kamikaze atau seppuku di jepang. Tipe ini disebut juga “formalized suicide”
d. Fatalistic Suicide. Merupakan bunuh diri sebagai akibat hilangnya kendali diri dan merasa jika bisa menentukan takdir diri sendiri dan orang lain. Bunuh diri massal yang dilakukan oleh 39 orang anggota Heaven’s Gate cult adalah contoh dari tipe ini. Kehidupan 39 orang ini berada di tangan pemimpinnya.
Meyer (1996) memaparkan beberapa tipe bunuh diri yang merupakan pengembangan atas tipe-tipe bunuh diri yang dikemukakan oleh Emile Durkheim. Berikut pemaparannya :
• Realistic. Bunuh diri yang dipercepat oleh tiap-tiap kondisi sebagai suatu prospek dari rasa sakit yang mendahului suatu kesungguhan untuk mati.
• Altruistic. Perilaku-perilaku mengabdi dari suatu individu terhadap kelompok ethic yang memerintahkan atau mengharuskan indvidu tersebut untuk melakukan tindakan bunuh diri.
• Inadvervent. Individu membuat sikap seolah-olah akan melakukan bunuh diri agar bisa mempengaruhi atau memanipulasi seseorang, tetapi sebuah kesalahan pengambilan keputusan akan membawa kekondisi fatal (kematian) yang tidak diharapkan.
• Spite. Hampir mirip dengan inadvervent suicide. Bunuh diri ini terfokus pada seseorang, tetapi keinginan untuk membunuh diri sendiri adalah sungguh-sungguh, dan hal tersebut dilakukan dengan harapan agar orang lain atau seseorang benar-benar menderita karena adanya perasaan bersalah.
• Bizzare. Keinginan bunuh diri dari suatu individu adalah hasil dari adanya halusinasi (seperti adanya suara yang memerintahkan untuk melakukan bunuh diri) atau delusi (seperti adanya kepercayaan bila bunuh diri akan merubah dunia).
• Anomic. Bunuh diri yang terjadi karena adanya ketidakstabilan dalam kondisi ekonomi dan sosial (seperti dengan tiba-tiba kehilangan pendapatan atau pekerjaan). Secara nyata hal ini akan mengubah situasi kehidupan individu. Ketidakmampuan untuk melakukan coping yang baik, bisa mengakibatkan bunuh diri.
• Negative self. Depresi yang kronis dan gangguan perasaan yang kronis menghasilkan percobaan bunuh diri yang berulang yang pada akhirnya menjadi faktor terdepan menuju kondisi yang fatal.
II.7. Bunuh Diri dalam Perspektif Teori-Teori Psikologi
Teori-teori psikologi tentang bunuh diri, fokus pada pikiran dan motivasi dari orang-orang yang melakukan percobaan bunuh diri (Barlow & Durand, 2002). Teori-teori psikologi humanis-eksistensialis misalnya, menghubungkan bunuh diri dengan persepsi tentang hidup yang sudah tidak mempunyai harapan atau tidak mempunyai tujuan yang pasti. Beck (dalam Halgin & Whitbourne, 2003) mengatakan bahwa bunuh diri adalah ekspresi dari hilangnya harapan yang dicetuskan oleh ketidakmampuan individu dalam mengatasi stres.
Shneidman (dalam Halgin & Whitbourne, 2003) menyatakan bahwa individu yang mencoba bunuh diri adalah individu yang mencoba untuk mengkomunikasikan rasa frustrasinya kepada seseorang yang dianggap penting oleh individu tersebut. Secara garis besar bunuh diri dalam tinjauan psikologis dibahas dengan menggunakan pendekatan teori psikodinamik, teori kognitif-behavior dan teori gangguan mental.

1. Teori Psikodinamik
Psikodinamik memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang individu adalah merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini, seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi dalam menyerang dirinya sendiri (Meningger, dalam Meyer & Salmon, 1998). Konsep Freud tentang insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer & Salmon, 1998).
Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada seseorang yang berada pada kondisi seperti hal tersebut, dihadirkan kepada orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar jika orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang yang meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar tersebut dilakukan kepada dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri.
Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu manifestasi kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau menghendaki orang-orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena mereka tidak akan bisa mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut kepada diri mereka.
Aliran-aliran psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada diri sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri (Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001).

2. Teori Kognitif-Behavior
Teori kognitif-behavior meyakini jika kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi terhadap terjadinya perilaku bunuh diri. Konsistensi prediksi yang tinggi dari variabel kognitif terhadap bunuh diri adalah kehilangan harapan (hopelessness), perasaan jika masa depan sangatlah suram dan tidak ada jalan untuk menjadikan hal tersebut menjadi lebih baik atau positif (Beck, dkk., dalam Hoeksema, 2001). Adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous thinking), kekakuan dan ketidak luwesan dalam berpikir menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Kekakuan dan ketidak luwesan tersebut menjadikan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan oleh orang tersebut menghilang.
Karakteristik perilaku yang menunjukkan atau yang menjadi penyebab seseorang melakukan bunuh diri adalah impulsifitas. Perilaku ini (impulsif), akan semakin berisiko jika terkombinasikan dengan gangguan psikologis yang lain, seperti depresi atau tinggal di lingkungan dengan potensi untuk menghasilkan stres yang tinggi (Hoeksema, 2001).
3. Gangguan Mental
Hampir 90 % individu yang yang melakukan bunuh diri dan usaha bunuh diri mempunyai kemungkinan mengalami gangguan mental (Jamison., NIMH., dalam Hoeksema, 2001., Wikipedia ). Gangguan mental yang paling sering dialami oleh orang yang melakukan bunuh diri adalah depresi (Wulsin, Valliant & Wells, dalam Hoeksema, 2001). Paling kurang, 15 % individu dengan depresi, sukses melakukan bunuh diri (Mental Health.Net). Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi, dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri (Keliat, 1994). Sering kali diagnosis psikiatri baru muncul setelah seorang individu melakukan bunuh diri. Analisis tingkah laku, suasana hati, dan pikiran individu yang melakukan bunuh diri didasarkan atas laporan dari keluarga dan teman-teman inidividu tersebut serta tulisan atau catatan-catatan individual. Dari data yang ada, 40 individu yang melakukan percobaan bunuh diri, 53 persen diantaranya didiagnosa mengalami gangguan depresi (Petronis., dkk, dalam Hoeksema, 2001).
Studi yang dilakukan kepada anak-anak dan remaja menunjukkan jika depresi meningkatkan risiko untuk bunuh diri. Goodwin dan Jamison (dalam Hoeksema, 2001) mengatakan jika setengah dari individu dengan gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri, dan kemungkinan satu dari lima sukses melakukan bunuh diri. Gangguan psikologis yang lain yang meningkatkan risiko untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah alkoholik dan penyalahgunaan narkoba (Statham, dalam Hoeksema, 2001). Semua bentuk gangguan psikologis atau gangguan mental berpotensi menjadi faktor risiko perilaku bunuh diri.
II.7. Prevalensi Bunuh Diri
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksikan, Angka kematian akibat bunuh diri pertahun sebanyak 1 juta jiwa. Sekitar 50 persen dari kajadian bunuh diri disebabkan gangguan jiwa dan penyalahgunaan Alkohol/drug. Sedangkan angka percobaan bunuh diri mencapai 10-20 kali bunuh diri.
Denpasar, (CyberNews). Jumlah korban tewas karena bunuh diri selama satu semester pertama 2007 di Bali, yang tercatat di kepolisian setempat mencapai 64 orang, beda tipis dengan semester yang sama tahun lalu (2006) yang terhitung 63 kasus.



II.8. Orang yang Berpotensi melakukan Bunuh Diri
Dari berbagai penelitian, ternyata mereka yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri adalah :
• Jenis kelamin pria dengan usia di atas 45 tahun
• Status pernikahan single
• Tidak mempunyai pekerjaan
• Isolasi sosial.
Sedangkan pasien yang melakukan usaha atau tindakan bunuh diri biasanya pada pasien adalah :
• Mereka yang menderita penyakit fisik kronis
• Menderita ganggaun mental
• Orang yang telah mengalami pengalaman masa kanak-kanak yang traumatic, terutama sekali masalah keluarga yang menyusahkan.
• Kehilangan orangtua
• Penyiksaan
Lebih mungkin berusaha bunuh diri, kemungkinan karena mereka beresiko tinggi menjadi tertekan. Upaya bunuh diri juga lebih mungkin diantara para istri yang keras, kebanyakan dari mereka menyiksa anak-anak.
Tingkat tertinggi pada bunuh diri lengkap diantara pria yang lebih tua dari 70 tahun. Sebaliknya, upaya bunuh diri lebih umum sebelum usia pertengahan. Upaya bunuh diri terutama sekali umum diantara remaja perempuan dan pria belum menikah di usia ke-30 mereka. Untuk semua kelompok usia, wanita berusaha bunuh diri 2 sampai 3 kali lebih sering dibandingkan pria, tetapi pria lebih mungkin meninggal pada upaya mereka.
Orang yang sudah menikah pada salah satu kelamin, terutama sekali mereka yang aman dalam berhubungan, memiliki tingkat bunuh diri yang lebih rendah dibandingkan orang yang belum menikah. Orang yang tinggal sendirian karena berpisah, bercerai, atau yang memiliki tingkat kemungkinan meninggalnya tinggi pada upaya dan bunuh diri lengkap. Memiliki anggota keluarga yang telah berusaha bunuh diri bisa meningkatkan resiko tersebut dengan baik.
Bunuh diri diantara pria berkulit hitam telah meningkat 80% pada 20 tahun terakhir, sehingga tingkat keseluruhan untuk orang kulit hitam sekarang berimbang dengan orang kulit putih, khususnya daerah perkotaan. Diantara orang amerika asli, tingkat tersebut juga meningkat akhir-akhir ini; pada beberapa suku bangsa, hal ini 5 kali dari rata-rata nasional. Tingkat bunuh diri lebih tinggi pada daerah perkotaan dibandingkan di daerah pedusunan diseluruh dunia. Kebanyakan bunuh diri berakhir di penjara.
II.9. Cara Bunuh Diri yang biasa Pakai/dilakukan
Cara yang dipilih seringkali dipengaruhi oleh faktor budaya dan ketersediaan dan bisa atau tidak bisa menggambarkan keseriusan maksud. Beberapa cara (misal, melompat dari sebuah gedung yang tinggi) membuat bertahan hidup hampi tidak mungkin, sebaliknya cara lain (misal, obat-obatan dengan dosis yang berlebihan) membuat penyelamatan mungkin. Meskipun begitu, bahkan jika seseorang menggunakan sebuah cara yang terbukti tidak menjadi fatal, maksud tersebut bisa saja seserius pada seseorang yang caranya fatal.
Minum obat dengan dosis yang berlebihan dan meracuni diri sendiri adalah dua cara yang paling umum digunakan pada upaya bunuh diri. Asetaminofen saat ini adalah obat yang paling umum digunakan dalam upaya bunuh diri, tetapi antidepressan atau obat-obatan kombinasi juga umum digunakan.
Metode kekerasan, seperti tembakan dan gantungan, tidak biasa diantara upaya bunuh diri karena mereka biasanya mengakibatkan kematian. Pada benar-benar bunuh diri, tembakan adalah cara yang paling sering digunakan di Amerika Serikat. Hal ini adalah cara yang sebagian besar digunakan oleh para pria. Para wanita lebih mungkin untuk menggunakan cara tanpa kekerasana, seperti menggunakan racun, obat dengan dosis yang berlebihan , atau menenggelamkan diri.
Dari jumlah kasus yang tercatat pihak kepolisian, Bali 2007, gantung diri menempati urutan terbesar sebanyak 73 persen, sementara sisanya berupa minum racun, ceburkan diri dan lain-lain.
Sementara untuk modus operandi tikam diri dengan senjata tajam, untuk sementer pertama tahun ini tidak terdeteksi dilakukan oleh korban, ucapnya. Berbeda dengan tahun lalu, tindakan bunuh diri dengan minikam diri sendiri, jumlahnya cukup banyak mencapai tujuh kasus. Sementara untuk gantung diri, merupakan modus operandi yang cukup konvensional, sehingga tetap memduduki peringkat teratas.






BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Setelah membaca isi dari makala ini, dapat kita simpulkan bahwa bunuh diri merupakan suatu tindakan yang dijadikan sebagai suatu kompensasi dari pelakunya atas apa yang menurutnya terlalu berat atau tidak sanggup dihadapinya.
III.2. Saran
Untuk para calon konselor sekolah khususnya, diharapkan agar lebih peka lagi terhadap siswa-siswanya jika sudah menjadi konselor sekolah nanti, karena hal-hal yang menurut kita sangat sepeleh bias nerarti sangat berat bagi para pelaku tindakan bunuh diri.
Untuk orang-orang yang berpotensi atau pernah terlintas untuk melakukan tinadakan bunuh diri, agar jangan mengambil keputusan disaat sedang kacau atau sedang banyak masalah karena pada saat itu otak sedang tidak bias berpikir secara rasional. Seperti kata Adi W. Gunawan, ambilah keputusan disaat bahagia, agar keputusan tersebut lebih efektif.







DAFTAR PUSTAKA

http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=453
http://id.wikipedia.org/wiki/Alanina
http://wangmuba.com/2009/04/13/bunuh-diri-dan-psikologi/
http://www.tmore-online.com/tmore/content/rubric/4/624
http://www.tmore-online.com/tmore/content/rubric/4/623
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0704/21/opi03.html
http://www.kapanlagi.com/h/0000134631.html
http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=4776.
http://www.dradio1034fm.or.id/cetakartikel.php?id=555

BK

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
TUJUANBIMBINGAN DAN KONSELING
Membantu memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi-potensi mereka secara optimal.
FUNGSI BIMBINGAN KONSELING
1.Fungsi Pemahaman
2.Fungsi Pencegahan
3.Fungsi Pengentasan
4.Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
5.Fungsi Advokasi
PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
1.Prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan;
(1)non diskriminasi, (2) individu dinamis dan unik (3) tahap & aspek perkembangan individu, (4) perbedaan individual.
2.Prinsip berkenaan dengan permasalahan individu;
(1)kondisi mental individu terhadap lingkungan sosialnya, (2) kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.
3.Prinsip berkenaan dengan program layanan;
(1)bagian integral pendidikan, (2) fleksibel & adaptif (3) berkelanjutan (4) penilaian teratur & terarah
4.Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan;
(1) pengembangan individu agar mandiri (2) keputusan sukarela (3) ditangani oleh profesional & kompeten, (4) kerjasama antar pihak terkait, (5) pemanfaatan maksimal dari hasil penilaian/pengukuran
ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Asas Kerahasiaan
Asas Kesukarelaan
Asas Keterbukaan
Asas Kegiatan
Asas Kekinian
Asas Kedinamisan
Asas Keterpaduan
Asas Kenormatifan
Asas Keahlian
Asas Kemandirian
Asas Alih Tangan Kasus
Asas Tutwuri Handayani
PARADIGMA BIMBINGAN DAN KONSELING
BK merupakan pelayanan psiko-paedagogis dalam bingkai budayaIndonesia dan religius.
Arah BK mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
Membantu siswa agar mampu mengatasiberbagai permasalahan yang mengganggu dan menghambat perkembangannya.
VISI BIMBINGAN DAN KONSELING
Terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan YME, sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan alam semesta.
MISI BIMBINGAN DAN KONSELING
Menunjang perkembangan diri dan kemandirian siswa untuk dapat menjalani kehidupannya sehari-hari sebagai siswa secara efektif, kreatif, dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk masa depan karir dalam:
(1)Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME;
(2)Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan;
(3)Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual;
(4)Pengambilan keputusan berdasarkan IQ, EQ, dan SQ; dan
(5)Pengaktualisasian diri secara optimal.
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMA
1.Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
2.Mencapai kematangan dalam hubungan antar teman sebaya, serta peranannya sebagai pria atau wanita;
3.<;span style="font-family: 'Trebuchet MS';">Mencapai kematangan pertumbuhan Jasmani Sehat;
4.Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas;
5.Mencapai kematangan dalam pilihan karir;
6.Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri baik secara emosional, sosial, intelektual, dan ekonomi;
7.Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara;
8.Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni;
9.Mencapai kematangan dalam etika sistem dan nilai.
PROFIL KOMPETENSI LULUSAN SMA
ASPEK AFEKTIF
Siswa memiliki :
Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing.
Memiliki nilai-nilai etika dan estetika.
Memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi dan humaniora.
ASPEK KOGNITIF
Menguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
ASPEK PSIKOMOTOR
Memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global.
Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.
PENGEMBANGAN KOMPETENSIMELALUI BIMBINGAN KONSELING
Perhatikan masing-masing butir tugas-tugas perkembangan siswa SLTA dan profil lulusan SLTA
Kembangkan butir tersebutkedalam bidang-bidang Bimbingan Konseling (Pribadi, Sosial, Belajar, Karir)
Rumuskansetiap pengembangan butir ke dalam bentuk kompetensi-kompetensi yang diharapkan
Tentukan materi yang akan diberikan untuk mencapai kompetensi yang telah dirumuskan
Pilihlah kegiatan layanan, kegiatan pendukung dan penilaian yang relevan dengan kompetensi.
1.BIMBINGAN PRIBADI SISWA SLTA
Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif.
Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta dalam penyaluran dan pengembangannya.
Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan.
Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.
2. BIMBINGAN SOSIAL SISWA SLTA
Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.
Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik dirumah, sekolah, tempatbekerja maupun dalam masyarakat.
Pemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya baik dilingkungan sekolah yang sama maupun di luar sekolah.
Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah dan upaya pelaksanaanya secara dinamis serta bertanggung jawab.
Orientasi tentang hidup berkeluarga.
3. BIMBINGAN BELAJAR SISWA SLTA
Pemantapan sikap dan kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif, efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi.
Pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.
Pemantapan penguasaan materi program belajar disekolah lanjutan tingkat atas sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.
Pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.
Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.
4. BIMBINGAN KARIR SISWA SMA
Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan
Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan
Pemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya
Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kepentingan hidup
Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan
PENGENALAN DIRI DAN LINGKUNGAN SERTA PENGEMBANGAN DIRI DAN KARIR
1.Siswa mengenal dan memahami siapa dirinya.
2.Siswa mengenal dan memahami lingkungannya, meliputi lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, sosial, budaya dan masyarakat.
3.Pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu dikerahkan untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk pegembangan arah karir yang hendak diraihnya dimasa yang akan datang.
LAYANANORIENTASI
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memahami lingkungan yang baru dimasuki, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu
LAYANANINFORMASI
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik.
LAYANAN PEMBELAJARAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
LAYANAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (di dalam kelas, kelompok belajar, program studi, program latihan, magang, ko/ekstra kurikuler, dll) sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya.
LAYANAN KONSELING PERORANGAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah pribadi yang dideritanya.
LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
Layanan BK yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan diri baik sebagai individu maupun sebagai siswa, dan untuk pengembilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
LAYANAN KONSELING KELOMPOK
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING
1.APLIKASIINSTRUMENTASI BK(TES/ NON-TES)
2.HIMPUNAN DATA (PRIBADI SISWA, PRESTASI, OBSERVASI, ABSENSI, CATATAN KEJADIAN)
3.KONFERENSI KASUS
4.KUNJUNGAN RUMAH
5.ALIH TANGAN KASUS
APLIKASI INSTRUMENTASI
Kegiatan pendukung BK untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.
HIMPUNAN DATA
Kegiatan pendukung BK untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
KONFERENSI KASUS
Kegiatan pendukung BK untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai fihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
KUNJUNGAN RUMAH
Kegiatan pendukung BK untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
ALIH TANGAN KASUS
Kegiatan pendukung BK untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut
KETENAGAAN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM BK
Guru BK:
Konselor, adalah guru yang berlatar-belakang pendidikan BK yang melakukan: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi/ penilaian, analisis, dan tindak lanjut program dan kegiatan layanan BK.
Guru Pembimbing, adalah Konselor dan Guru yang ditugaskan dalam penyelenggaraan bimbingan.
Guru Mata Pelajaran, adalah mitra kerja Guru BK dalam pelaksanaan program BK.
Wali Kelas, adalah mitra kerja dalam pelayanan BK.
Kepala Sekolah, adalah penanggung jawab menyeluruh kegiatan sekolah, termasuk kegiatan BK.
PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Didasarkan KEBUTUHAN NYATA siswa
LENGKAP dan MENYELURUH (memuat segenap fungsi BK)
SISTEMATIS (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih).
TERBUKA dan LUWES (mudah menerima masukan tanpa harus merombah program secara menyeluruh)
Memungkinkan KERJASAMA dengan pihak terkait
Dimungkinkan PENILAIAN dan TINDAK LANJUT.
PERMASALAHAN
Penyusunan Program BK, tidak didasarkan pada kebutuhan nyata siswa.
Pelaksanaan Program BK
Tidak adanya jam masuk kelas
Kurangnya sarana dan prasarana
Masih adanya tugas-tugas yang mestinya bukan
tanggung jawab guru BK.
Belum adanya kepercayaan terhadapguru BK
Penilaian BK, masih bervariasinya sistem penilaian dalam BK.
CONTOH PENGEMBANGAN SILABUS
Tugas perkembangan I
Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Bidang Bimbingan Pribadi
Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Rumusan Kompetensi :
Memahamin secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.
Materi Pengembangan Kompetensi
Macam-macam kaidah ajaran agama.
Kelas : X – XII
Kegiatan Layanan : Orientasi dan Informasi
Kegiatan Pendukung : Aplikasi Instrumentasi, Himpunan Data
Penilaian : Laijapen, Laijapan
Keterangan : Bekerjasama dengan Guru Agama

Jumat, 11 Juni 2010

PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPA I SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 INDRALAYA TAHUN PELAJARAN 2009/2010


A. Pendahuluan
1.1.  Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamanya sendiri. Dalam proses belajar ini berhasil atau tidaknya pelaksanaan proses tersebut sangat di pengaruhi oleh banyak hal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar salah satunya adalah motivasi belajar.
Menurut Surya (1996: 62) mengemukakan bahwa motivasi  merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan dorongan untuk mewujudkan  perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan  tertentu. Dalam proses  pembelajaran  motivasi sangat diperlukan. Hasil  belajar  siswa  akan  menjadi  optimal  bila ada motivasi.
Sedangkan menurut pendapat Hawley dalam (Yusuf, 1993:14)   menyatakan bahwa siswa   yang   memiliki   motivasi   tinggi,   belajarnya    lebih   baik   dibandingkan   dengan  siswa  yang  motivasinya  rendah. Pada pelaksanaan proses pembelajaran salah satu komponen yang menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan  proses pembelajaran adalah guru. Guru merupakan motivator dalam meningkatkan  kegairahan  dan  pengembangan  kegiatan  belajar   siswa. Guru  memiliki peran untuk merangsang   dan   memberikan  dorongan   yang  positif  serta   penguatan      kepada siswa,   menumbuhkan   aktivitas  dan   kreativitas sehingga siswa akan termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran.
Guru sebagai motivator belajar bagi para siswanya, harus mampu untuk membangkitkan dorongan siswa untuk belajar, menjelaskan secara konkrit  kepada siswa apa yang dapat  dilakukan pada akhir pelajaran, memberikan ganjaran untuk prestasi yang dicapai kemudian hari dan membuat regulasi (aturan) perilaku siswa. Jadi berhasil atau tidaknya proses pembelajaran sangatlah dipengaruhi oleh peran seorang guru. Hal ini menunjukan bahwa kegagalan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dimungkinkan karena guru tidak berhasil dalam memberikan motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan siswa untuk belajar (Sardiman, 2007:75).
Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah ditandai oleh  bentuk tingkahlaku  sebagai berikut : (1) kelesuan dan ketidakberdayaan; (2) penghindaran atau pelarian diri; (3) pertentangan; dan (4) kompensasi (Syaodih, 1980 :59).  Fenomena yang terjadi di lapangan sehubungan dengan  motivasi belajar menunjukkan perilaku sebagai berikut : (1) membolos, datang terlambat , tidak mengerjakan PR, dan tidak teratur dalam belajar; (2) menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti menentang, acuh tak acuh, berpura-pura ; (3) lambat dalam melaksanakan tugas-tugas kegiatan belajar; dan (4) menunjukan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, pemarah, mudah tersinggung, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi  tertentu. Menurut Natawidjaja (1988 :22) keempat gejala yang ditunjukkan tersebut mengisyaratkan  adanya kesulitan belajar pada diri siswa. Kesulitan belajar tersebut  di duga berkaitan erat dengan motivasi belajar yang dimilikinya.
   Sekolah merupakan salah satu tempat pendidikan bagi siswa untuk dapat mengembangkan diri  melalui layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis layanan yang dianggap tepat untuk memberikan kontribusi pada siswa dalam mengembangkan, meningkatkan  motivasi belajar siswa. Bimbingan kelompok merupakan lingkungan kondusif yang memberikan kesempatan  bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif pemecahan masalah dan mengambil keputusan yang tepat , dapat berlatih  tentang perilaku baru dan bertanggung jawab atas pilihan yang ditentukannya sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan  perasaan  berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat menambah motivasi belajar siswa.
Bimbingan kelompok tepat digunakan sebagai salah satu bentuk layanan  bimbingan dan konseling untuk dapat diberikan kepada siswa yang masih memerlukan pengembangan perilaku dimaksud, baik di rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat sehingga diharapkan secara optimal siswa mengalami perubahan dan mencapai  peningkatan yang positif  setelah mengikuti kegiatan bimbingan kelompok.
Berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti melalui  wawancara dengan guru pembimbing di SMA N 1 Indralaya ternyata masih terdapat  siswa yang  memiliki motivasi belajar yang rendah hal ini dapat di lihat dari prestasi hasil belajarnya di kelas dengan nilai yang rendah pada setiap mata pelajaran, masih ada siswa-siswi yang tidak bersemangat dalam belajar, datang terlambat, membolos sekolah, tidak membuat PR. Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA N 1 Indralaya ini belum berjalan secara optimal  sehingga belum dapat menerapkan beberapa layanan seperti halnya layanan bimbingan kelompok. Hal ini diakibatkan karena tidak adanya 1 jam mata pelajaran bimbingan dan konseling di sekolah tersebut. Untuk itu peneliti merasa perlu mengadakan bimbingan kelompok di  sekolah yang akan di adakan di luar jam pelajaran sehingga tidak menganggu aktivitas belajar siswa pada proses belajar mengajar.
Upaya peningkatan motivasi belajar siswa dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan layanan bimbingan kelompok. Dalam kegiatan bimbingan kelompok ini akan membahas topik tugas yang akan di sajikan oleh peneliti dimana anggota kelompok nantinya memilih topik  mana yang akan di bahas untuk masing-masing pertemuan. Pada saat berlangsungnya proses bimbingan kelompok  masing-masing anggota kelompok di dalamnya saling mengemukakan pendapat, memberikan saran maupun ide-ide, menanggapi, saling berkomunikasi, menciptakan dinamika kelompok untuk mengembangkan diri yaitu berlatih mengkomunikasikan pendapat-pendapat yang ada pada tiap-tiap anggota dalam membahas suatu topik.
Layanan bimbingan kelompok tepat digunakan sebagai salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling untuk dapat diberikan kepada siswa yang memiliki motivasi belajar yang masih rendah. Berdasarkan latar belakang uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap motivasi belajar  siswa kelas  XI IPA I    SMA  Negeri 1 Indralaya Tahun Pelajaran 2009/2010.

1.2    Rumusan Masalah
Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap motivasi belajar  siswa kelas  XI IPA I    SMA  Negeri 1 Indralaya Tahun Pelajaran 2009/2010 ?.

1.3   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Apakah ada pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap motivasi belajar  siswa kelas  XI IPA I    SMA  Negeri 1 Indralaya Tahun Pelajaran 2009/2010 ?.

1.4    Manfaat Penelitian        
1.  Bagi siswa
  Dengan adanya kegiatan bimbingan kelompok  ini diharapkan siswa 
 dapat meningkatkan motivasi belajarnya guna memperoleh hasil belajar
  yang lebih baik dan mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan.
2.  Bagi Guru Pembimbing
              Sebagai informasi tentang penggunaan aplikasi layanan bimbingan dan
              konseling untuk mengatasi permasalahan siswa melalui bimbingan
              kelompok guna peningkatan hasil belajar.

3.  Bagi Sekolah
              Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk dapat melaksanakan
              kegiatan layanan bimbingan kelompok dalam membantu meningkatkan
              motivasi belajar siswa.

1.5    Hipotesis
Ada ada pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap motivasi belajar  siswa kelas  XI IPA I    SMA  Negeri 1 Indralaya Tahun Pelajaran
   2009/2010.






















2.1.   Bimbingan Kelompok
2.1.1 Pengertian Bimbingan kelompok
Prayitno (1995: 178), “mengemukakan bahwa Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok”. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain sebagainya; apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya”.

Sementara Romlah (2001: 3), “mengatakan bahwa  bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencagah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa”.

Sedangkan menurut (Sukardi, 2003: 48),  “ Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat”.

Wibowo (2005: 17) menyatakan, “ bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan  informasi- informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama”.

Dari beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, maka dapat  disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.
Dengan adanya kegiatan bimbingan kelompok ini maka siswa dilatih untuk berbicara dihadapan teman-temannya dalam mengemukakan pendapatnya, siswa belajar untuk menghargai  pendapat, siswa belajar memecahkan masalah dari topik yang dibahas. Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk belajar dan mempertinggi prestasi.

2.1.2  Tujuan Bimbingan Kelompok
   Ada beberapa tujuan bimbingan kelompok yang di kemukakan oleh beberapa  ahli, adalah sebagai berikut : 
Menurut Amti (1992: 108) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok betujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk:
1. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan   
    teman-   temannya.
2. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok
3. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman
    dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada        
    umumnya.
4. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan
     kelompok.
5.  Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
6.  Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.
7.  Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam
     hubungannya dengan orang lain.
Tujuan bimbingan kelompok seperti yang dikemukakan oleh
(Prayitno, 1995: 178) adalah:
a. Mampu berbicara di depan orang banyak.
b. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan
     lain sebagainya kepada orang banyak.
c. Belajar menghargai pendapat orang lain.
d. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
e. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan
    yang bersifat negatif).
f. Dapat bertenggang rasa.
g. Menjadi akrab satu sama lainnya.
h. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi
     kepentingan bersama.

Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. (Sukardi, 2003: 48).
Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat termotivasi untuk mengembangkan potensi diri sehingga diharapkan siswa pada akhirnya dapat  meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.3  Komponen Layanan Bimbingan Kelompok
      Di dalam layanan bimbingan kelompok yang berperan di dalam layanan ini adalah suasana kelompok, pemimpin kelompok dan anggota kelompok.
a.   Suasana Kelompok
Di dalam suatu kelompok, kelompok yang hidup adalah kelompok yang dinamis, bergerak dan aktif berfungsi dalam memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai tujuan. Dalam bimbingan kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok para anggota kelompok dapat mengembangkan diri dan memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya. Dinamika kelompok tersebut hanya akan dapat terwujud jika kelompok tersebut benar-benar hidup, mengarah pada tujuan yang ingin dicapai dan membuahkan manfaat bagi masing-masing anggota kelompok serta semangat ditentukan oleh peranan anggota kelompok.
Ada lima hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan suasana kelompok menjadi lebih baik (Prayitno, 1995:27), yaitu :
a.       Hubungan yang dinamis antar anggota kelompok.
b.      Tujuan bersama.
c.       Hubungan langsung antara besarnya kelompok dengan sifat kehidupan kelompok.
d.      Itikad dan sikap para anggota kelompok.
e.       Kemandirian.

b.      Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling professional (Prayitno, 2004:4). Pemimpin kelompok sangatlah berperan penting di dalam jalannya suatu kelompok tersebut. Pemimpin kelompok haruslah memiliki keterampilan di dalam memimpin kelompok khususnya bimbingan kelompok sehingga dapat menghidupkan dinamika kelompok dan tujuan dari bimbingan kelompok tersebut dapat tercapai.
Seorang pemimpin kelompok di dalam layanan bimbingan kelompok berperan sebagai (Prayitno, 1995:35 - 36) :
a.       Pemberi bantuan, pengarahan atau campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok.
b.      Memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, baik itu perasaan anggota-anggota tertentu maupun perasaan keseluruhan kelompok.
c.       Memberikan arahan kepada angggota kelompok, jika kelompok tersebut tampaknya kurang menjurus kepada arah yang ingin dituju.
d.      Mengatur jalannya kegiatan kelompok.
e.       Sifat kerahasiaan dari kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

c.       Anggota Kelompok
Merupakan salah satu unsur pokok dalam suatu kelompok dan sangatlah menentukan. Tanpa adanya anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Kegiatan ataupun kehidupan kelompok itu sebagian besar didasarkan atas peranan para anggotanya. Peranan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif para anggota kelompok, dan bahkan lebih dari itu, dalam batas-batas tertentu suatu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehadiran peranan pimpinan kelompok sama sekali.
Pemilihan anggota kelompok sangatlah penting, agar dalam pelaksanaan bimbingan kelompok dapat berjalan lancar. Anggota kelompok sangat berperan dalam menentukan keberhasilan dari pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Jika anggota kelompok tidak bisa membina keakraban, melibatkan diri dalam kegiatan kelompok, mematuhi aturan dalam kegiatan kelompok, terbuka, membantu anggota kelompok lain, maka akan sangat sulit dalam menciptakan suasana kelompok yang baik.
Di dalam bimbingan kelompok, anggota kelompok hendaknya memainkan perannya sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Prayitno (1995:32) anggota kelompok berperan sebagai :
a.       Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.
b.      Mencurahkan segenap perasaan dan melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.
c.       Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.
d.      Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik.
e.       Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
f.        Berusaha membantu orang lain.
g.       Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani peranannya.
h.       Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, didalam suatu layanan bimbingan kelompok terdapat tiga komponen yang sangat mempengaruhi di dalam berhasil atau tidaknya suatu proses bimbingan kelompok dan akan saling menunjang satu sama lain. Ketiga komponen tersebut adalah suasana kelompok, pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

2.1.4  Asas-asas Bimbingan kelompok
Di dalam bimbingan kelompok terdapat kaidah-kaidah (asas-asas) yang harus diperhatikan, seperti :
1.      Asas kesukarelaan, yakni semua anggota kelompok diminta secara sukarela dan tanpa ragu-ragu atau merasa terpaksa di dalam menyampaikan masalah yang dihadapinya.
2.      Asas kerahasiaan, yakni segala sesuatu yang dibicarakan di dalam kegiatan bimbingan kelompok tidak boleh disampaikan kepada orang lain, terutama hal-hal atau informasi yang tidak layak diketahui oleh orang lain
3.      Asas keterbukaan, yakni semua anggota kelompok bebas dan terbuka mengeluarkan pendapat, ide, saran dan apa saja yang dirasakan atau yang dipikirkannya.
4.      Asas kenormatifan, yakni semua yang dibicarkan dan dilakukan dalam kegiatan kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku. Selama kegiatan berlangsung setiap anggota kelompok diharapkan dapat saling menghormati dan menghargai.

Apabila asas-asas tersebut diikuti dan dapat dilaksanakan dengan baik, maka sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Akan tetapi jika asas-asas tersebut diabaikan atau bahkan dilanggar maka sangat dikhawatirkan kegiatan konseling tidak akan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan, bahkan juga dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam bimbingan kelompok tersebut. Jadi, di dalam bimbingan kelompok terdapat beberapa asas-asas yang mengikat dalam jalannya suatu layanan bimbingan kelompok seperti asas kesukarelaan, asas kerahasiaan, asas keterbukaan dan asas kenormatifan. Asas-asas tersebut sangatlah berperan di dalam proses jalannya bimbingan kelompok, sehingga tujuan bimbingan kelompok dapat tercapai.

2.1.5. Tahap-Tahap Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok terdiri dari empat tahap, yaitu : tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran (Prayitno, 1995:40-60).
a.   Tahap pembentukan
1.      Ucapan selamat datang.
2.      Doa bersama.
3.      Pengertian bimbingan kelompok.
4.      Tujuan bimbingan kelompok.
5.      Cara pelaksanaan.
6.      Azas bimbingan kelompok.
7.      Perkenalan dilanjutkan dengan permainan.

b.      Tahap peralihan
1.      Menjelaskan kegiatan yang akan dijalani.
2.      Menanyakan apakah anggota sudah siap.
3.      Menjelaskan suasana yang terjadi dalam kelompok.
4.      Bila perlu kembali ke aspek sebelumnya.
c.       Tahap kegiatan
1.      Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan.
2.      Tanya jawab hal yang belum dipahami.
3.      Anggota membahas topik sampai tuntas.
4.      Setiap anggota mengemukakan apa yang akan dilakukan setelah  membahas topik tersebut (peneguhan hasrat) dan / komitmen.
d.      Tahap pengakhiran
1.      Pemimpin mengemukakan bahwa kegiatan akan diakhiri.
2.      Pemimpin dan anggota mengemukakan kesan dan hasil kegiatan.
3.      Merencanakan kegiatan lanjutan.
4.      Pesan dan harapan.
5.      Doa penutup.



















Tahapan-Tahapan di Dalam Bimbingan Kelompok









2.2        Belajar
2.2.1  Pengertian Belajar
Dalam proses pembelajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang sangat penting. Guru pembimbing atau konselor sekolah harus dapat memahami dengan baik  tentang proses belajar, agar konselor sekolah dapat memberikan Konseling dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi dengan apa yang dibutuhkan siswa di sekolah.
Belajar merupakan usaha untuk merubah tingkah laku seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman A.M (2003 : 20): “Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, atau meniru”. Artinya bahwa belajar itu dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diinginkan melalui kegiatan yang dilakukan seperti membaca, mengamati, mendengarkan atau meniru apa yang dipelajari.
Melalui belajar kita dapat mengalami suatu perubahan kearah yang lebih baik yang dapat dilihat dari pribadi manusia itu sendiri yang ditampakkan dalam bentuk perubahan peningkatan kualitas tingkah laku yang dimiliki. Belajar memberikan peningkatan akan kecakapan, pengetahuan sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.
Menurut Oemar Hamalik (1983 : 21):
 “Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat penglaman dan latihan.”

Dalam hal ini bentuk pertumbuhan atau perubahan yang dimaksud adalah bertambahnya ilmu pengetahuan dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku. Dari kedua pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa peningkatan kualitas perubahan tingkah laku pada dirinya dari keadaan sebelum ia belajar dan penguasaan materi ilmu pengetahuan.

2.2.2 Tujuan Belajar
   Dalam usaha pencapaian tujuan belajar, perlu diciptakan sistem lingkungan atau kondisi belajar yang lebih kondusif dan mendukung terlaksananya proses kegiatan mengajar denagn baik. Dalam hal ini Sardiman A.M. (2003 : 26) berpendapat bahwa tujuan belajar terdiri dari 3 jenis yaitu:
1.      Untuk mendapatkan pengetahuan
Seseorang belajar ingin mendapatkan sesuatu hal yang baru, dalam hal ini berupa pengetahuan dan wawasan yang dapat berguna dalam mengembangkan pola pikir dan kepribadian dalam menghadipi segala hal.  
2.      Penanaman konsep dan keterampilan
Melalui belajar kita dapat memilki konsep dan keterampilan yang dimiliki. Kita dapat mengembangkan apa yang kita miliki baik itu potensi diri dan keterampilan-keterampilan yang diperoleh dari hasil belajar.
3.      Pembentukan sikap 
Sikap yang baik dalam menyikapi segala hal dapat diperoleh dari hasil belajar, karena belajar merupakan suatu usaha untuk mengubah suatu tindakan atau perilaku yang diinginkan melalui pengalaman dan latihan.
           
Siswa yang memiliki ketiga tujuan belajar tersebut diatas akan lebih mudah dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dikelas, karena ketiga tujuan belajar yang terlah uraikan diatas dapat diketahui motivasi instrinsik dari siswa untuk belajar sudah terbentuk. Tujuan belajar itu terbentuk karena adanya kebutuhan dan motivasi dari siswa. Dengan demikian belajar itu berorientasi kepada tujuan siswa dalam belajar.
2.2.3  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
 Belajar merupakan suatu proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku siswa, banyak faktor yang mempengaruhinya. Dari banyak faktor yang mempengaruhi tersebut dapat dibagi menjai dua faktor yaitu:
1.      Faktor Internal
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor internal ini terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis yaitu kondisi jasmani yang mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Faktor psikologis yaitu faktor rohaniah seperti tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat dan motivasi siswa.
2.      Faktor Eksternal
Faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor sosial seperti lingkungan sekolah yang mempengaruhi semangat belajar siswa, kondisi dan keadaan lingkungan masyarakat dan teman-teman di tempat tinggal siswa, dan yang paling mempengaruhi adalah lingkungan dari keluarga atau orang tua siswa itu sendiri dilihat dari sifat-sifat orang tua dan pengelolaan terhadap keluarga. Faktor lingkungan nonsosial yaitu gedung sekolah, jarak rumah tempat tinggal siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu yang digunakan saat siswa belajar. Faktor lingkungan sosial maupun faktor lingkungan nonsosial sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa baik dilingkungan sekolah maupun dilingkungan rumah. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dan mendukung dalam pelaksanaan kegiatan belajar siswa.

2.2.4  Motivasi
   Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Sesuai dengan pendapat Gleitman dan Reber (1986 : 136): Motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Seseorang akan memiliki dorongan yang timbul dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu yang diinginkan agar tercapai.
Dalam dunia pendidikan, motivasi belajar  yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Kerena lebih murni dan akan tahan lama serta tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan untuk mencapai prestasi dan dorongan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, memberikan pengaruh yang kuat dan relative lebih lama dibandingkan dengan dorongan keharusan dari orang tua dan guru.

2.2.5   Pengertian Motivasi Belajar
Siswa yang memiliki tujuan dalam belajar akan memiliki kesadaran dari dalam dirinya sendiri untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar dengan harapan tujuan belajar yang diinginkan dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, maka harus ada dorongan dari dalam diri individuitu sendiri. Menurut pendapat Sardiman A.M (2003 : 27) “ Motivasi adalah daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sebagai tujuan yang dikehendaki segera tercapai”.
Apabila siswa memilki motivasi belajar yang tinggi, maka kemampuan dalam belajarnya akan semakin tinggi seperti yang dikemukakan oleh Thursan  dalam Hakim (2005 : 26): “ Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu”.
   Hamzah (2007:1) menjelaskan bahwa motivasi merupakan dorongan dasar yang menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Sutadipura (2005:114) menyatakan bahwa motivasi merupakan  suatu  proses,  yaitu :
1.      Membimbing anak-anak didik ke arah pengalaman-pengalaman, yang kegiatan belajar itu dapat berlangsung.
2.      Memberikan kepada anak-anak didik, kekuatan dan aktivitas serta memberikan kepadanya kewaspadaan yang memadai.
3.      Pada suatu saat mengarahkan perhatian mereka terhadap suatu tujuan.

Winkel (1987:73) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki siswa tercapai.
Prayitno (1989:8) berpendapat bahwa:
Motivasi belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa untuk belajar, tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan aktivitas siswa kepada tujuan belajar.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa motivasi belajar adalah suatu usaha yang timbul dari dalam diri siswa agar tumbuh dorongan untuk belajar dan tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai.

2.2.6  Macam-Macam Motivasi Belajar
Motivasi belajar yang ada pada setiap siswa dalam melakukan suatu kegiatan berbeda satu dengan yang lainnya. Selain itu, dalam melakukan suatu kegiatan, seorang siswa dapat mempunyai motivasi lebih dari satu macam motivasi dalam belajarnya. Karena itu motivasi terdiri dari berbagai macam.
Menurut Sardiman A.M (2003 : 86) macam-macam motivasi belajar adalah:
1.      Motivasi instrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dari dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
2.       Motivasi ekstrinsik, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.

Macam-macam motivasi yang telah disebutkan diatas semua pada akhirnya adalah untuk mencapai apa yang menjadi tujuan untuk memenuhi kebutuhan dengan adanya dorongan baik dari dalam maupun dari luar. Motivasi sangatlah diperlukan, karena dengan adanya motivasi siswa dapat mengembangkan aktifitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam kegiatan belajar, yang terutama adalah motivasi yang timbul dari dalam diri inidividu itu sendiri.

2.2.7  Fungsi Motivasi Dalam Belajar
Motivasi dalam belajar mempunyai peranan yang sangat besar pengaruhnya untuk mendorong kegiatan belajar siswa khususnya yang memilki perilaku-perilaku maladaptive dan menyimpang sehingga perilaku tersebut mengganggu proses belajar siswa. Menurut Sadiman A.M. (2003 : 85) fungsi dari motivasi adalah:
1.      Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motorik    yang melepaskan energi.
2.      Menentukan arah perbuatan kearah yang hendak dicapai.
3.      Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
               harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan
               perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Dalam hal ini fungsi motivasi menandakan perubahan kearah yang lebih baik yang timbul dari dalam dan luar dari seseorang khususnya dalam hal belajar bagi siswa. Sesuai dengan pendapat diatas maka diharapkan anak didik memiliki motivasi yang tinggi, sebab dengan motivasi yang tinggi akan sangat membantu siswa tersebut untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Diharapkan juga kepada guru mata pelajaran dan guru pembimbing memberikan perhatian yang dapat menumbuhkan motivasi belajar dengan menggunakan indikator-indikator yang dikemukakan oleh Abin Syamsudin Makmun (2000 : 40), yaitu meliputi hal-hal yang perlu diukur :
1.      Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya)
2.      Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu
3.      Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan belajar
4.      Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan
5.      Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, fikiran, bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan
6.      Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.      Tingkatan kualifikasi prestasi atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak)
8.      Arah, sikapnya terhadap sasaran kegiatan

Motivasi belajar siswa adalah salah satu faktor untuk meningkatkan belajar siswa di sekolah, maka dalam hal ini Sardiman A.M, (2003 : 83) mengemukakan beberapa indikator yang ada dalam motivasi belajar siswa, yaitu :
1.      Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2.      Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
3.      Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
4.      Lebih senang bekerja mandiri.
5.      Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin.
6.      Dapat mempertahankan pendapatnya.
7.      Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.
8.      Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Motivasi dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan dengan memperhatikan hal-hal yang dapat diukur dalam motivasi. Dengan demikian siswa memiliki kesadaran untuk memiliki motivasi dalam mengikuti dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

2.2.8  Peranan Motivasi Dalam Belajar dan Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Peranan motivasi dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting dan memiliki pengaruh amat besar terhadap apa yang akan diperoleh siswa dalam hal ini lebih ditekankan pada tingkat prestasi dan keberhasilan siswa dalam belajar.
Menurut Sardiman A.M. (2003 : 78-80) motivasi sangat berperan dalam belajar karena mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
1.      Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
2.      Pembelajaran yang termotivasi pada hekekatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan motif, minat yang ada pada diri siswa.
3.      Pembelajaran yang termotivasi menurut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa.
4.      Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas yang mengakibatkan timbulnya perilaku maladatif dari diri siswa.
5.      Penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran. Motivasi menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pembelajaran yang efektif.

Dengan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam motivasi akan lebih mudah menimbulkan kesadaran bagi siswa dalam meningkatkan motivasi belajarnya. Sehingga siswa secara sadar dapat mengikuti kegiatan belajar tanpa adanya paksanaan dari pihak lain.

2.2.9        Bimbingan Kelompok dengan Motivasi Belajar
Dengan adanya pelaksanaan bimbingan kelompok peneliti akan memanfaatkan suasana kelompok dengan komunikasi yang multiarah di antara anggota kelompok, sehingga akan didapatkan informasi dan pemecahan masalah yang akan bermanfaat bagi anggota kelompok dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Motivasi belajar yang akan dibuat dalam penelitian ini, akan didapatkan pemecahan masalahnya melalui bimbingan kelompok. Pemecahan masalah ini sendiri berasal dari hasil pembahasan anggota kelompok tersebut.





















C. Metodologi Penelitian
3.1.   Jenis penelitian
   Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian eksperimen. “Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor yang lain yang bisa mengganggu” (Arikunto, 2003:3).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pre-eksperimental design (pre test-post test design) karena di dalam penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol / kelompok pembanding.




01        X       02
           


Keterangan :
01         :  Pre-test  (Pengukuran /Observasi pertama,  bertujuan untuk mengetahui
              sejauh mana motivasi belajar siswa sebelum di beri layanan.

X          : Perlakuan (pemberian layanan bimbingan kelompok kepada siswa kelas
               XI IPA I  yang diketahui memiliki motivasi belajar rendah berjumlah 8
               orang siswa)

02         :  Post-test ( Pengukuran/observasi kedua) bertujuan untuk mengetahui
    apakah ada perubahan atau pengaruh pemberian layanan bimbingan
               kelompok terhadap motivasi belajar  sesudah di beri layanan bimbingan 
                kelompok dengan skala motivasi belajar yang sama dengan pengukuran
                yang pertama.          
Untuk memperjelas eksperimen dalam penelitian ini disajikan tahap-tahap rancangan eksperimen yaitu :
1. Melakukan pre-test adalah pemberian tes kepada calon subjek penelitian
             sebelum diadakan perlakuan yaitu bimbingan kelompok. Pre-tes di lakukan di kelas XI IPA I kepada seluruh siswa.
2. Menganalisis hasil pre-test.
3. Penentuan subjek penelitian dalam kelompok eksperimen berdasarkan
    hasil  pre-test. 8 orang siswa yang memiliki skor motivasi belajar
    terendah di kelas.
4. Menginformasikan hasil pre-test dan mengkomunikasikan jadwal BKp     kepada   subjek penelitian.
5. Memberikan perlakuan yaitu layanan bimbingan kelompok sebanyak 2
    kali  pertemuan.
6. Melakukan post-test sesudah pemberian layanan bimbingan kelompok  dengan  tujuan untuk mengetahui hasil apakah layanan bimbingan kelompok      
   berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.
7. Proses analisis data, yaitu dengan menggunakan Uji t hitung

3.2.  Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Indralaya kelas XI IPA I Kabupaten ogan Ilir.

3.3  Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas kelas XI IPA I Kabupaten ogan Ilir tahun ajaran 2009/2010 yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Setelah diadakan penyebaran angket, akan dipilih 8 siswa yang memiliki motivasi belajar paling rendah untuk melaksanakan bimbingan kelompok.
Guna mengetahui jumlah subyek penelitian terhadap siswa-siswi yang memiliki motivasi belajar yang rendah, peneliti kemudian melakukan penyebaran angket motivasi belajar berdasarkan  kisi-kisi motivasi belajar.


3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi obyek penelitian.
Menurut Fraenkel dan Wallen dalam Yatim Riyanto (2001:9), variabel adalah “suatu konsep benda yang bervariasi.” Konsep yang bervariasi ini akan diukur atau diidentifikasi perbedaan-perbedaannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode eksperimen. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:97), “penelitian eksperimen melihat pengaruh sesuatu treatment, maka ada variabel yang mempengaruhi dan variabel akibat. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variable (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel terikat atau dependent variable (Y).”
Berdasarkan pendapat di atas, maka variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variable (X) adalah Layanan Bimbingan Kelompok dan variabel akibat disebut variabel terikat atau dependent variable (Y) adalah Motivasi Belajar.

3.5 Definisi Operasional Variabel
1.      Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah dorongan dari diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta arah belajar untuk mencapai tujuan belajar yang dikehendaki siswa yang di tandai dengan durasi kegiatan, frekuensi kegiatan, persistensi, ketabahan, keuletan, kemampuan dalam menghadapi rintangan, devosi, dan pengorbanan untuk mencapai tujuan, tingkatan aspirasi yang hendak dicapai, tingkatan kualifikasi prestasi, arah, dan sikap terhadap sasaran kegiatan.
Menurut Abin Syamsudin Makmun (2000:40) indikator-indikator motivasi belajar adalah:
1.      Durasi kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan waktunya)
2.      Frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu
3.      Persistensi (ketetapan dan kelekatannya) pada tujuan belajar
4.      Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan
5.      Devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, tenaga, fikiran, bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk mencapai tujuan.
6.      Tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan
7.      Tingkatan kualifikasi prestasi atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak)
8.      Arah, sikapnya terhadap sasaran kegiatan

2.      Bimbingan kelompok
Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang optimal.

3.6.   Instrumen Pengumpulan Data
3.6.1.   Angket
Angket merupakan alat pengumpulan data yang dilaksanakan secara tertulis yang diisi oleh responden atau subyek penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2002:128), angket adalah “sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.” Pertanyaan tersebut mengandung informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan subyek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket tertutup yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih dengan bentuk pilihan ganda. Dalam kriteria dari angket tersebut dibuat dengan tiga alternatif jawaban yaitu (a),(b),(c), yang setiap jawaban diberi skor masing-masing dengan kriteria menurut Mohammad Nazir (1983:409), sebagai berikut:
        “1. Untuk jawaban yang baik sesuai dengan harapan diberi skor tinggi (3)
         2. Untuk jawaban yang kurang sesuai harapan diberi skor sedang (2)
         3. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan diberi skor rendah (1)”

3.6.2.   Observasi
Observasi/pengamatan merupakan kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto, 2006:156). Dalam penelitian ini metode observasi digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh antara layanan bimbingan kelompok terhadap siswa yang dikenai layanan bimbingan kelompok.
Hal yang di amati dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika kelompok, situasi anggota kelompok pada saat berlangsungnya proses bimbingan kelompok, keaktifan dari masing-masing anggota kelompok dalam mengemukakan pendapatnya.

3.7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
a. Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran  yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Menurut Suharsimi Arikunto (2002), validitas suatu instrumen dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
a.       Validitas ramalan (Predicty Validity)
b.      Validitas bandingan (Concurent Validity)
c.       Validitas isi (Content Validity)
d.      Validitas susunan (Construct Validity)
Penulis menggunakan validitas susunan (Construct Validity) artinya instrumen dikonstruksikan dengan para ahli dengan cara dimintai pendapatnya mengenai aspek-aspek yang diukur berdasarkan teori tertentu, sedangkan analisis butir soal dilakukan dengan analisis faktor yaitu, dengan mengkorelasikan antara skor item dengan skor total dengan rumusan korelasi Pearson Product Moment sebagai berikut:


Keterangan:
rhitung = koefisien korelasi
n        = jumlah responden
∑x      = jumlah skor item
∑y      = jumlah skor total

selanjutnya dihitung dengan uji signifikansi dengan rumus:
Keterangan:
t  = nilai thitung
r  = koefisien korelasi hasil rhitung
n = jumlah responden
Distribusi (tabel t) untuk = 0,05 dan derajad kebebasan (dk = N-2)
Kaidah keputusan:
Jika t hitung > t tabel berarti valid
Jika t hitung < t tabel berarti tidak valid

b. Uji Reliabilitas
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:142) dalam bukunya yang berjudul Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat dipergunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dihitung dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) dengan analisis reliabilitas analysis scale (alpha). Tingkat reliabilitas angket dapat dilihat dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha (α) sebagai berikut:

Keterangan:
k                = Jumlah butir tes
         = Jumlah skor varians dari masing-masing item
        = Varians skor total

Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria sebagai berikut:
0,90 – 1,00           = reliabilitas tinggi
0,50 – 0,89           = reliabilitas sedang
0,00 – 0,49           = reliabilitas rendah

3.8 Teknik Analisis Data
Setelah diperolehnya seluruh data-data yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Adapun analisis data yang penulis gunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendukung pengolahan data dengan rumus t hitung  (Suharsimi Arikunto; 2002), sebagai berikut:

Keterangan:
Md             = Mean dari deviasi (d) antara post test dan pre test
xd              = Perbedaan deviasi dengan mean deviasi (d-Md)
∑x2d          = Jumlah kuadrat deviasi
N               = Banyaknya subjek
df               = atau db adalah N - 1
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.            Hadis, Abdul. 2006. Psikologi Dalam Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Hamzah, Uno. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di
     Bidang  Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.
Mudjiono & Dimyati. (1994). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta
Makmun, Abin Syamsudin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Posdakarya
Prayitno dan E.Amti. 2004. Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta
      : rineka Cipta.
Prayitno. 2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan
      Konseling di  Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.  
 Riduwan. (2006). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan
     Peneliti  Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sardiman. A.M. (2007). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja  
     Grafindo: Jakarta.
Winkel, W.S. (1987). Bimbingan dan Konseling di institusi Pendidikan.
      Jakarta: Gramedia.